BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap individu pasti
pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang
paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu
dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah
satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa
menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat meggunakan
berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri tersebut dan mengembalikan
kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri yang dialami
oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada dua individu yang
mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang sama menghasilkan
respon yang identik pada seseorang.
Nyeri terkait erat
dengan kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama yang menyebabkan
ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar klien, sensasi nyeri
ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi
mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang membingungkan. Tidak ada
pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri. Dokter
hampir
semata-mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri dan keparahannya.
Nyeri alasan yang paling sering diberikan oleh klien ditanya kenapa berobat.
Dampak
nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah sedemikian luas diterima sehingga
banyak institusi sekarang menyebut nyeri “tanda vital kelima”, dan
mengelompokkannya dengan tanda-tanda klasik suhu, nadi,
pernapasan, dan tekanan darah.
Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama
pasien yang mengalami nyeri dibanding tenaga professional perawatan kesehatan
lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan
efeknya yang membahayakan. Peran pemberi perawatan primer adalah untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab nyeri dan meresepkan obat-obatan untuk
menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga
professional kesehatan lain tetapi juga memberikan intervensi pereda nyeri, mengevaluasi
efektivitas intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi, dan
bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi tidak efektif. Selain itu,
perawat berperan sebagai pendidik untuk pasien dan keluarga, mengajarkan mereka
untuk mengatasi penggunaan analgetik atau regimen pereda nyeri oleh mereka
sendiri jika memungkinkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan nyeri?
2.
Bagaimana
konsep nyeri dalam keperawatan?
3.
Apa
arti dari kenyamanan?
4.
Bagaimana
konsep kenyamanan dalam keperawatan
5.
Jelaskan
metode dan konsep asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
dan memahami makna dan konsep nyeri
2.
Mengetahui
dan memahami makna dan konsep kenyamanan
3.
Mengetahui
dan memahami konsep dan metode asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan
BAB
II
KONSEP
NYERI DAN KENYAMANAN
A. Nyeri
1.
Defenisi
Setiap manusia dapat mengalami nyeri yang merupakan
sensasi tidak enak. Nyeri merupakan hal yang penting terhadap adanya gangguan
fisiologis. Banyak orang yang datang ke rumah sakit atau puskesmas dengan
keluhan nyeri yang biasanya disertai dengan rasa lainnya seperti rasa tertekan,
panas atau dingin. Nyeri secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu rasa
yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri dapat juga didefinisikan
sebagai kejadian yang bersifat individu sehingga dalam pengumpulan data,
perawat perlu secara seksama mendengarkan keluhan pasien secara verbal. Nyeri
dikaji menurut lokasi, intensitas,
waktu,
durasi, dan kualitas serta prilaku non verbal pasien.[1]
Nyeri adalah perasaan
yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang
dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996). Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,
baik ringan maupun berat (Priharjo, 1992). [2]
Nyeri
adalah pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.
Defenisi
keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan
individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan
utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan
pasien bahwa itu ada. [3]
2.
Fisiologi
Nyeri
Banyak
teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak
ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan
atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari
3 (tiga) komponen fisiologis berikut
ini:
a. Resepsi
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon reflek protektif. Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon refleks protektif.
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon reflek protektif. Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon refleks protektif.
Contoh:
Apabila tangan
terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan
reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal. Ada beberapa faktor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut :
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal. Ada beberapa faktor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut :
1.
Trauma
2.
Obat-obatan
3.
Pertumbuhan
Tumor
4.
Gangguan
Metabolik (penyakit diabetes mellitus)
b. Persepsi
1. Fase
ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu
menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
2. Persepsi
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri
itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi.
itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi.
3. Proses
persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik)
Reaksi emosi Pusat otak Persepsi. Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.2
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik)
Reaksi emosi Pusat otak Persepsi. Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.2
2 Zie Potgieter, Asuhan Keperawatan Nyeri dan Kenyamanan. www.duta4diagnosa.blogspot.com,
Thursday, September 23, 2010
Mekanisme
Neurofisiologik Nyeri
Struktur spesifik dalam
system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. System ini
disebut sebagai system nosiseptik.
1. Transmisi
Nyeri
ReseptorNyeri
(Nosiseptor), adalah ujung saraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya pada stimulus yang kuat yang secara potensial merusak.
Stimuli tersebut sifatnya bisa mekanik, termal, dan kimia. Reseptor nyerimerupakan
jaras multi arah yang kompleks.
Mediator
Kimia dan Nyeri, sejumlah substansi yang mempengaruhi sensitifitas
ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan ke jaringan ekstra seluler sebagai
akibat dari kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan transmisi atau
persepsi nyeri meliputi histamine, bradikinin, asetilkolin, dansubstansi P.
Prostaglandin adalah zat kimiawi yang diduga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor
nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin.
2. Kornu
Dorsalia dan Jaras Asendens
Kornu
dorsalis dari medulla spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori.
Serabut perifer misalnya reseptor nyeri berakhir di sini dan serabut traktus sensori
asendens berawal di sini. Juga terdapat interkoneksi antara system neuronal
desendens dan traktus sensori asendens. Traktus asendens berakhir pada otak bagian
bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.
3. Sistem
Kontrol Desendens
System
control desenden adalah suatu system serabut berasal dalam otak bagian bawah dan
bagian tengah dan berakhir pada serabut interneuronal inhibitor dalam kornu dorsalis
dari medulla spinalis. System ini kemungkinan selalu aktif; keadaan aktif ini mencegah
transmisi terus –menerus stimulus nyeri. Sebagian melalui aksi dari endorphin.3
3
Brunner dan Suddarth, Keperawatan
Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 214-217
c. Reaksi
1. Reaksi
terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah
mempersepsikan nyeri.
2. Nyeri
dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan
reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.
3. Stimulasi
pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila
nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
4. Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai
berikut:
Impuls nyeri medula spinalis batang otak dan talamus Sistem syaraf otonom Respon fisiologis dan perilaku. Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.2
Impuls nyeri medula spinalis batang otak dan talamus Sistem syaraf otonom Respon fisiologis dan perilaku. Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.2
2
Zie Potgieter, Asuhan Keperawatan Nyeri dan Kenyamanan. www.duta4diagnosa.blogspot.com,
Thursday, September 23, 2010
3.
Pengalaman
Nyeri
Pengalaman
nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni :
a. Makna
nyeri. Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang,
juga untuk orang yang sama di saat yang berbeda. Umumnya, manusia memandang
nyeri sebagai pengalaman yang negatif, walaupun nyeri juga mempunyai aspek
posititf. Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak, menunjukkan
adanya komplikasi (mis : infeksi), memerlukan penyembuhan,
menyebabkan ketidakmampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu
yang harus ditoleransi. Faktor yang memengaruhi makna nyeri bagi individu
antara lain usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan,
pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu.
b. Persepsi
nyeri. Pada dasarnya, nyeri merupakan salah satu bentuk
refleks guna menghindari rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari
segala bentuk bahaya. Akan tetapi, jika nyeri itu terlalu lama atau berlangsung lama dapat
berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini akan menyebabkan penderita menjadi
tidak tenang dan putus asa. Bila nyeri cenderung tidak tertahankan, penderita
bisa sampai melakukan bunuh diri (Setyanegara, 1978). Persepsi nyeri, tepatnya
pada area korteks (fungsi evaluatif kognitif), muncul akibat stimulus yang
ditransmisikan menuju jaras spinotalamikus dan talalmiko kortikalis. Persepsi
nyeri ini sifatnya objektif, snagat kompleks, dan dipengaruhi faktor-faktor
yang memicu stimulus nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, seperti daya
reseptif dan interpretasi kortikal. Persepsi nyeri bisa berkurang atau hilang
pada periode stres berat atau dalam keadaan emosi. Kerusakan pada ujung saraf dapat
memblok nyeri dari sumbernya. Sebagai contoh, penderita luka bakar derajat III
tidak akan merasakan nyeri walaupun cederanya sangat hebat karena ujung-ujung
sarafnya telah rusak. Individu lansia tidak mampu merasakan kerusakan jaringan
yang baisanya menimbulkan nyeri, ini dirasakan oleh orang yang lebih muda.
c. Toleransi
terhadap nyeri. Toleransi terhadap nyeri terkait
dengan intensitas nyeir yang membuat seseorang sanggup menahan nyeri sebelum
mencari pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu
menahan nyeri yang relatif stabil, namun tingkat toleransi berbeda tergantung
pada situasi yang ada. Toleransi terhadap nyeri tidak dipengaruhi oleh usia,
jenis kelmain, kelelahan, atau sedikit perubahan sikap.
d. Reaksi
terhadap nyeri. Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap
nyeri. Ada orang yang menghadapinya dengan perasaan takut, gelisah, dan cemas,
dan ada pula yang menanggapinya dengan sikap yang optimis dan penuh toleransi.
Sebagian
orang merespons nyeri dengan mengangis, mengerang dan menjerit-jerit, meminta
pertolongan, gelisah di tempat itdur, atau berjalan mondar-mandir tak tentu
arah untuk mengurangi rasa nyeri. Sedangkan yang lainnya tidur sambil
menggemertakkan gigi, mengepalkan tangan, atau mengeluarkan banyak keringat
ketika mengalami nyeri.
4.
Teori-teori
Transmisi Nyeri
Jenis
Teori
|
Respon
Fisiologis
|
Pemisahan (specificity)
|
Reseptor nyeri
tertentu akan menyalurkan impuls ke seluruh jaras nyeri menuju otak. Proses
ini tidak memperhitungkan aspek fisiologis persepsi dan respon nyeri.
|
Pola (pattern)
|
Neyeri terjadi karena
efek gabungan dari intensitas stimulus dan jumlah impuls pada ujung dorsal
medula spinalis. Ini tidak termasuk aspek fisiologis
|
Teori Gate Control
|
Impuls nyeri dapat
dikendalikan oleh mekanisme gerbang pada ujung dorsal medula spinalis guna
memungkinkan atau menghalangi transmisi impuls nyeri. Faktor gerbang ini
terdiri atas efek impuls yang ditransmisikan melalui srabut saraf konduksi
cepat atau lambat, dan efek impuls yang turun dari batang otak dan korteks.
|
Transmisi dan
inhibisi
|
Stimulus yang
mengenai nosiseptor memulai transmisi impuls saraf. Transmisi impuls nyeri
menjadi efektif oleh adanya neurotransmiter yang spesifik. Inhibisi impuls
nyeri menjadi efektif oleh adanya: (1) impuls menuju serabut besar yang
memblok impuls pada serabut-serabut lambat, dan (2) sistem supresif oplat
endogen.
|
5.
Jenis
Nyeri
Ada
tiga klasifikasi nyeri yaitu :
a. Nyeri
perifer. Nyeri ini ada tiga macam : (1) nyeri superfisial,
yakni rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa; (2) nyeri
viseral, yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di
rongga abdomen, kranium, dan toraks; (3) nyeri alih, yakni nyeri yang dirasakan
pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
b. Nyeri
sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula
spinalis, batang otak, dan talamus.
c. Nyeri
psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya.
Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri.
Seringkali, nyeri ini muncul karena faktor psikologis, bukan fisiologis.[4]
6.
Jenis
Rasa Nyeri Beserta Kualitasnya
Rasa
nyeri dapat dibagi menjadidua jenis utama : rasa nyeri cepat dan rasa
nyeri lambat.
Bila diberikan stimulus, rasa nyeri cepat timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik,
sedangkan rasa nyeri lambat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian
secara perlahan bertambah selama beberapa detik dan kadangkala bahkan beberapa
menit. Rasa nyeri cepat juga digambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa
nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri
tersetrum. Jenis rasa nyeri ini akan terasa bila sebuah jarum ditusukkan ke
dalam kulit, bila kulit tersayat pisau, atau bila kulit terbakar secara akut.
Rasa nyeri ini juga akan terasa bila subjek mendapat setruman listrik. Rasa
nyeri cepat-tajam tak akan terasa di sebagian besar jaringan dalam dari tubuh.
Rasa
nyeri lambat juga mempunyai banyak nama, seperti rasa nyeri terbakar lambat,
nyeri pegal, nyeri berdenyut-denyut, nyeri mual, dan nyeri kronik. Jenis
rasa nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri
dapat berlangsung lama, menyakitkan dan dapat menjadi penderitaan yang tak
tertahankan. Rasa nyeri ini dapat terasa di kulit dan hampir semua jaringan
dalam dan organ.
7.
Reseptor
Nyeri dan Rangsangannya
Reseptor
rasa nyeri yang terdapat di kulit dan jaringan lain semuanya merupakan ujung
saraf bebas. Reseptor ini tersebar luas pada permukaan superfisial kulit dan
juga di jaringan dalam tertentu, misalnya periosteum, dinding arteri, permukaan
sendi, dan falks serta tentorium tempurung kepala. Sebagian
besar jaringan dalam lainnya hanya sedikit sekali dipersarafi oleh ujung saraf
rasa nyeri; namun, setiap keruskaan jaringan yang luas dapat bergabung sehingga
pada kebanyakan daerah tersebut akan timbul tipe rasa nyeri pegal yang lambat
dan kronik.
8.
Tiga
Jenis Stimulus yang Merangsang Reseptor Nyeri
Rasa
nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan. Semua ini
dikelompokkan sebagai rangsang nyeri mekanis, suhu, dan kimiawi.
Pada umumnya,
nyeri cepat diperoleh melalui rangsangan jenis mekanis atau suhu, sedangkan
nyeri lambat dapat diperoleh melalui ketiga jenis tersebut.
Bebrapa
zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi adalah bradikinin, serotonin,
histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.
Selain itu, prostaglandin dan substansi P meningkatkan
sensitivitas ujung-ujung serabut nyeri tetapi tidak secara langsung
merangsangnya. Substansi kimia terutama penting untuk perangsangan lambat,
jenis rasa nyeri yang menusuk yang terjadi setelah cedera jaringan.
9.
Sifat
Nonadaptasi Reseptor Rasa Nyeri
Berbeda
dengan kebanyakan reseptor sensorik tubuh lainnya, reseptor rasa nyeri sedikit
sekali beradaptasi dan kadang tidak beradaptasi sama sekali. Ternyata, pada
beberapa kondisi, eksitasi serabut rasa nyeri menjadi semakin bertambah secara
progresif, terutama pada rasa nyeri mual-menusuk-lambat, karena stimulus rasa
nyeri berlangsung terus-menerus. Keadaan ini akan meningkatkan sensitivitas
reseptor rasa nyeri dan disebut hiperalgesia.
10. Kecepatan Kerusakan Jaringan Sebagai Stimulus Rasa
Nyeri
Pada
umumnya
nyeri akan terasa bila seseorang menerima panas dengan suhu dia ats 45oC.
Ini juga merupakan suhu ketika jaringan mulai mengalami kerusakan akibat panas;
sebenarnya, jaringan akan seluruhnya rusak jika sehu menetap di atas nilai ini.
Oleh karena itu, jelaslah sekarang bahwa rasa nyeri yang diakibatkan oleh rasa
panas sangat erat hubungnnya dengan kecepatan kerusakan dari jaringan yang
terjadi dan tidak berhubungan dengan kerusakan total yang telah terjadi.
Intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan kecepatan kerusakan jaringan
yang disebabkan oleh pengaruh selain panas, seperti infeksi bakteri, iskemia
jaringan, kontusio jaringan, dan sebagainya.
11. Makna Khusus dari Stimulus Kimiawi Penyebab Nyeri
selama Kerusakan Jaringan
Ekstrak dari jaringan rusak
menyebabkan rasa nyeri yang hebat bila disuntikkan di bawah kulit normal.
Banyak zat kimia yang disebutkan sebelumnya, yang merangsang reseptor nyeri
kimia dapat ditemukan dalam ekstrak-ekstrak ini. Satu zat kimia yang terlihat
mengakibatkan rasa nyeri lebih hebat daripada yang lain adalah bradikinin.
Banyak peneliti yang menduga bahwa bradikinin mungkin merupakan zat yang
bertanggung jawab terhadap penyebab rasa nyeri yang diikuti kerusakan jaringan.
Juga, intensitas nyeri dirasakan berkorelasi dnegan peningkatan konsentrasi ion
kalium setempat atau peningkatan enzim proteolitik yang dapat secara langsung
menyerang ujung-ujung saraf dan menimbulkan rasa nyeri dengan cara membuat
membran saraf tersebut lebih permiabel terhadap ion-ion.
12. Iskemia Jaringan Sebagai Penyebab Rasa Nyeri
Bila
aliran darah menuju jaringan terhambat, dalam waktu beberapa menit saja
jaringan sering menjadi terasa nyeri sekali. Bila metabolisme jaringan makin
cepat, rasa nyeri yang timbul akan semakin cepat pula. Contohnya, bila kita
lingkarkan manset tekanan darah di sekeliling lengan atas dan selanjutnya
dipompakan udara (inflasi) ke dalam manset sampai aliran darah arterinya
berhenti, bila selanjutnya otot-otot lengan bawah orang percobaan tersebut
digerakkan, kadang dapat timbul nyeri otot dalam waktu 15-20 detik. Bila otot
tadi tidak digerakkan, dalam waktu 3 sampai 4 menit tidak akan timbul rasa
nyeri walau aliran darah ke otot tetap nol.
Diduga,
salah satu penyebab rasa nyeri pada keadaan iskemia adalah terkumpulnya
sejumlah besar asam laktat dalam jaringan (metabolisme tanpa oksigen). Mungkin
juga ada bahan-bahan kimiawi lainnya, seperti bradikinin dan enzim proteolitik
yang terbentuk dalam jaringan akibat kerusakan sel, dan bila bahan-bahan ini
selain asam laktat, akan merangsang ujung serabut saraf nyeri.
13. Spasme Otot Sebagai Penyebab Rasa Nyeri
Spasme
otot juga merupakan penyebab umum rasa nyeri, dan meupakan dasar banyak
sindrom/nyeri klinis. Rasa nyeri ini mungkin sebagian disebabkan secara
langsung oleh spasme otot karena terangsangnya reseptor nyeri yang bersifat
mekanosensitif, namun mungkin juga rasa nyeri ini secara tidak langsung
disebabkan oleh pengaruh spasme otot yang menekan pembuluh darah dan
menyebabkan iskemia, keadaan ini merupakan kondisi yang ideal untuk pelepasan
bahan kimiawi pemicu timbulnya rasa nyeri.[5]
14. Bentuk Nyeri
Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis.
Nyeri akut biasanya berlangsung secara singkat, misalnya nyeri pada patah
tulang atau pembedahan
abdomen. Pasien yang mengalami nyeri akut bias menunjukkan gejala-gejala antara
lain: perspirasi meningkat, percepatan jantung dan tekanan darah meningkat ,
dan palor. Respon seorang terhadap nyeri bervariasi ada yang sakit. Nyeri
kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan pasien
sering sulit mengingat sejak kapan nyeri
mulai dirasakan.
Nyeri juga dirasakan sebagai nyeri somatogenik atau
psikogenik. Nyeri somatogenik merupakan nyeri secara fisik sedangkan nyeri
psikogenik merupakan nyeri psikis atau mental.1
Secara
umum, bentuk nyeri terbagi atas dua, yaitu :
a. Nyeri
akut.
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya
mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut
ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri 4.
Nyeri
akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera fisik.
Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini
menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk
menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan, nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan.
Cedera
atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau
dapat memerlukan pengobatan. Sebagai contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh
dengan cepat, dengan nyeri yang hilang dengan cepat, barangkali dalam beberapa
detik atau beberapa menit. Pada kasus dengan
kondisi lebih berat, seperti fraktur ekstremitas, pengobatan dibutuhkan
dengan nyeri menurun sejalan dengan penyembuhan tulang.3
b. Nyeri kronis.
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bisa diketahui atau
tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.
Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar
untuk menentukan lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara lain penderita menjadi
lebih mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia. Akibatnya, mereka
menjadi kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat
dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu tertentu.
Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri (mis: sakit kepala migrain) 4. Nyeri kronik adalah nyeri konstan
atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini
berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera pesifik.
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 213
4 Wahit Iqbal Mubarak dan Nurul Cahyatin, Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta, EGC.2000,hal 204-212
Nyeri kronis dapat
tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk
diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat
penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis
biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
Nyeri
kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan
atau lebih meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan antara
nyeri akut dan nyeri kronis. Suatu episode nyeri dapat membuat karakteristik
nyeri kronis sebelum enam bulan telah berlalu atau beberapa jenis nyeri dapat
tetap bersifat akut secara primer selama lebih dari enambulan.
Meskipundemikian, setelah enam bulan banyak nyeri yang dialami banyak
masalah-masalah yang berhubungan dengan nyeri itu sendiri. Nyeri kronis tidak
mempunyai tujuan yang berguna dan jika hal ini menetap, ini menjadi gangguan
utama. Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang menderita nyeri kronis
setelah suatu cedera atau proses penyakit, hal ini diduga bahwa ujung-ujung
saraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk
mencetuskan sensasi nyeri atau ujung-ujung saraf yang hanya mentransmisikan
stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.3
15. Efek Membahayakan dari Nyeri
a.
Nyeri akut, Tanpa melihat sifat, pola atau
penyebab nyeri, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang
membahayakan di luar ketidaknyamanan
yang disebabkannya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu,
nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi system pulmonary, kardiovaskuler,
gastrointestinal, endokrin, imunologi.
3 Brunner
dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta, EGC. 2002, Hal 214
Respon stress (“respons
neuroendokrin terhadap stress”) yang terjadi dengan trauma terjadi dengan
penyebab nyeri hebat lainnya. Luasnya perubahan endokrin, imunologi dan
inflamasi yang terjadi dengan stress dapat menimbulkan efek negative yang
signifikan. Hal ini khususnya terjadi pada pasien yang terganggu karenausia,
penyakit atau cedera.
b.
Nyeri kronis, Sama seperti halnya nyeri akut yang
mempunyai efek negatif,
nyeri kronis juga mempunyai efek yang merugikan. Supresi fungsi imun yang
berkaitan dengan nyeri kronis dapat menyebabkan pertumbuhan tumor. Nyeri kronis
sering mengakibatkan depresi dan ketidakmampuan .Pasien mungkin tidak mampu
untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan hubungan interpersonal sebelum nyeri
mulai terjadi.3
16. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain
adalah :
a.
Etnik dan nilai budaya.
Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang memengaruhi reaksi
terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh, individu dari budaya lain
justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang
lain.
b.
Tahap perkembangan.
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel penting yang akan
memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak
cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan
orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka.
Di sisi lain, prevalensi nyeri pada individu lansi lebih tinggi karena penyakit
akut atau kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah
karena penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan menurun karena perubahan
fisiologis yang terjadi.
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 214
c.
Lingkungan dan individu pendukung.
Lingkungan yang bising,
tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di
lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga
dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi
nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang senidirian, tanpa keluarga atau
teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat
dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang
terdekat.
d.
Pengalaman nyeri sebelumnya.
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan
kepekaannnya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau
menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa
terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu lain
yang belum pernah mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode
penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap
penanganan nyeri saat ini.
e.
Ansietas dan stres. Ansietas seringkali menyertai
peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan
ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.
Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang
mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.4
17. Pengobatan Nyeri
Upaya
pertama adalah untuk mengobati penyakit yang menimbulkan nyerinya, jika bisa.
Namun sambil mencari alasan atau obat yang cocok, kita sebaiknya juga mengobati
gejala dengan obat analgesik (antinyeri).
4 Wahit Iqbal Mubarak dan Nurul Cahyatin, Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta, EGC.2000,hal 204-212
Penanganan
nyeri tergantung dari derajat rasa nyeri serta tanggapan pada obat analgesik.
Pemberian dan penggantian obat analgesik dilakukan
secara bertahap. Tahapan digambarkan dengan Jenjang Analgesik dengan tiga tahap
atau langkah.
Langkah
pertama mencakup obat analgesik nonnarkotik, misalnya aspirin atau parasetamol.
Perhatikan:
parasetamol (mis. Panadol) sebaiknya dihindari oleh orang dengan hepatitis. Langkah kedua memberi narkotik lemah, misalnya
kodein, bila dibutuhkan dengan tetap diberi analgesik biasa. Sedang pada
langkah tertinggi, diberikan obat narkotik kuat, misalnya morfin, sekali lagi
dengan analgesik biasa bila dibutuhkan.
Obat
analgesik juga dapat ditambah dengan adjuvan, obat untuk
membantu khasiat obat pokok. Adjuvan dapat termasuk obat bius lokal,
steroid, dan obat antimual, serta juga terapi penunjang
yang dibahas di atas.
Jenis
obat analgesik yang diberi dapat dinaikkan ke langkah berikutnya bila tidak ada
perbaikan dengan penggunaan takaran yang dianjurkan.
Sebaliknya, bila diberi analgesik langkah ketiga dan nyeri mulai hilang, obat
diganti dengan obat jenis langkah kedua dulu, terus (bila nyeri masih tetap
ringan) dengan obat jenis langkah pertama, terus dihentikan bila masalahnya
hilang total. Jangan langsung berhenti memakai obat pada langkah kedua atau
ketiga.
Biasanya,
obat diberikan waktu kita merasa nyeri. Ini dapat berarti bahwa waktu nyeri
diobati, dibutuhkan takaran besar, dengan kemungkinan ada efek samping.
Beberapa ahli nyeri menganggap bahwa cara terbaik untuk menawar nyeri adalah
dengan memberi obat pada jadwal tetap, dengan takaran tetap, sebelum rasa nyeri
dialami.[6]
B.
Kenyamanan
1.
Defenisi
Kenyamanan
adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue (1989) menyatakan
‘melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan perawat
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dorongan dan bantuan bagi klien’. Dari
pernyataan itu di dapat bahwa kenyamanan merupakan kebutuhan dasar klien untuk
perawat agar dapat membantu tindakan keperwatan. Kenyamanan bersifat subjektif
karena setiap individu memiliki fisiologis, social, spiritual dan kebudayaan
yang berbeda sehingga mempengaruhi cara mereka untuk menginterprestasikan dan
merasakan kenyamanan tersebut. 7
2.
Konsep
Metaparadigma Kolcoba
a)
Keperawatan
Keperawatan adalah penilaian kebutuhan akan kenyamanan, perancangan
kenyamanan digunakan untuk mengukur suatu kebutuhan, dan penilaian kembali
digunakan untuk mengukur kenyamanan setelah dilakukan implementasi. Penilaian
dan penilaian kembali dapat dinilai secara subjektif, seperti ketika perawat
menanyakan keamanan pasien, atau secara objektif seperti observasi menyembuhkan
luka, perubahan nilai laboratorium, atau perubahan perilaku. Penilaian juga
dapat melalui rangkaian penilaian skala melalui penglihatan atau daftar
pertanyaan, yang mana kedua-duanya telah dikembangkan oleh kolcaba.
b)
Pasien
Penerima
perawatan seperti individu, keluarga, institusi, atau masyarakat yang
membutuhkan perawatan kesehatan.
c)
Lingkungan
Lingkungan
adalah banyak aspek tentang pasien, keluarga, atau instutitusi melingkupi
tindakan oleh perawat atau orang tercinta untuk meningkatkan kenyamanan.
d)
Kesehatan
Kesehatan adalah jumlah yang berfungsi secara optimal, seperti
yang digambarkan oleh pasien atau kelompok, atau suatu pasien, keluarga, atau
masyarakat.
3.
Asumsi
a) Manusia mempunyai tanggapan holistic untuk stimulus yang kompleks.
b) Kenyamanan adalah suatu hasil holistic yang diinginkan yang
mengacu pada disiplin keperawatan.
c) Manusia bekerja keras untuk menemukan kenyamanan dasar mereka,
yang didapatkan dari usaha yang giat.
d) Kenyamanan yang akan ditingkatkan pada pasien harus melibatkan
HSBs pilihan mereka.
e) Pasien dianjurkan dengan aktif pada HSBs yang telah ditetapkan
dengan pelayanan kesehatan mereka.
f) Integritas kelembagaan adalah dasar dari sistem nilai bagi
penerima perawatan.
4.
Pernyataan
teoritis
a) Perawat mengidentifikasi kebutuhan kenyamanan yang tidak
terlihat dari pasien, desain kenyamanan digunakan untuk mengukur kebutuhan, dan
untuk mencari peningkatkan kenyamanan pasien mereka, di mana hasil tersebut
diinginkan dengan segera.
b) Peningkatan kenyamanan langsung dan secara positif dihubungkan
dengan penerapan di dalam HSBs, seperti hasil yang diinginkan sebelumnya.
c) Kapan seseorang mempunyai pendukung yang sesuai untuk dilibatkan
secara penuh di dalam HSBs, seperti pemulihan dan/atau program penyembuhan atau
cara hidup, integritas institusi juga sangat mendukung. 8
Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan sebagai
suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Suatu cara pandang
yang holistic tentang keyamanan membantu dalam upaya mengidentifikasi 4
konteks, yaitu :
1.
Fisik,
berhubungan dengan sensasi tubuh
2.
Sosial,
berhubungan dengan interpersonal, keluarga dan sosial
3.
Psikospiritual,
berhubungan dengan kewaspadaan internal di dalam diri sendiri, meliputi harga
diri, seksualitas dan makna hidup.
4.
Lingkungan,
berhubungan
dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi,
temperature, warna dan unsur alamiah.
Penilaian tentang konteks kenyamanan memberikan seorang perawat rentang pilihan yang lebih luas dalam mencari tindakan untuk menanggulangi nyeri. [7]
Penilaian tentang konteks kenyamanan memberikan seorang perawat rentang pilihan yang lebih luas dalam mencari tindakan untuk menanggulangi nyeri. [7]
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NYERI DAN KENYAMANAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan terhadap individu dengan nyeri termasuk deskripsi
nyeri juga faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi nyeri dan respon
individu terhadap strategi pereda nyeri.3
Pengkajian
nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
1.
Menetapkan data dasar
2.
Menegakkan diagnosa keperawatan yang
tepat
3.
Menyeleksi terapi yang cocok
4.
Mengevaluasi respon klien terhadap
terapi yang diberikan
Perawat harus menggali
pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi
klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata,
dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1.
Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak
melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus
mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa
ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali
membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2.
Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah
nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan
pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat
kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten
atau terbatas.
3 Brunner
dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta, EGC. 2002, Hal 217
3.
Karakteristik nyeri
a.
Onset
dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama
b.
Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
c.
Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numerik, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yang digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang dikembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numerik, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yang digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang dikembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
1)
Deskripsi
Verbal tentang Nyeri
Individu
merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus
diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan
harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara yang berikut:
a)
Intensitas nyeri
Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri
pada skala verbal (mis : tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat
hebat; atau 0 sampai 10:0 = nyeri sangat hebat)
b)
Karakteristik nyeri
Termasuk letak, durasi (menit, jam, hari, bulan, dsb),
irama (mis : terus menerus, hilang, timbul, periode bertambah dan berkurangnya
intensitas atau keberadaan nyeri) dan kualitas (mis : nyeri seperti ditusuk,
seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).
c)
Faktor-faktor yang meredakan nyeri
(Mis: gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga,
istrahat, obat-obat bebas, dsb.) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu
mengatasi nyerinya. Banyak orang yang mempunyai ide-ide tertentu tentang apa
yang akan menghilangkan nyerinya. Perilaku ini sering didasarkan pada
pengalaman.
d)
Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari
(Mis : tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi
dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai).
Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.
e)
Kekhawatiran individu tentang nyeri
Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti
beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.3
2)
Skala
Nyeri
a)
Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri.
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri.
3 Brunner
dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta, EGC. 2002, Hal 217
Perawat
boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan
nyeri yang dirasakan.
b)
Pola
nyeri
Perawat
meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan meminta
lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
c)
Cara
mengatasi
Tanyakan
pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah
tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
d)
Tanda
lain yang menyertai
Kaji
adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan
untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama
dengan nyeri itu sendiri.9
e)
Pedoman untuk menggunakan skala pengkajian nyeri
Menggunakan skala tertulis untuk mengkaji nyeri tidak mungkin dilakukan
jika pasien sakit serius atau dalam nyeri yang hebat atau baru saja mengalami
pembedahan. Dalam kasus ini pasien dapat ditanya : “pada skala dari nol sampai
dengan sepuluh, nol ‘tidak ada nyeri’, dan sepuluh ‘nyeri paling buruk yang
dapat terjadi,’ seberapa berat nyeri yang anda rasakan saat ini?” pasien
biasanya dapat berespon tanpa kesulitan. Jika pasien tidak dapat berbahasa
Indonesia atau tidak mampu mengkomunikasikan dengan jelas informasi yang
dibutuhkan untuk mengatasi nyeri, seorang interpreter, penerjemah, atau anggota
keluarga yang terbiasa dengan metode komunikasi pasien harus dikonsulkan dan
metode untuk pengkajian nyeri dibuat. Apabila seseorang dengan nyeri dirawat
dirumah oleh keluarga atau perawat, skala nyeri mungkin dapat membantu dalam
mengkaji efektivitas intervensi yang diterapkan, jika skala digunakan sebelum
dan sesudah intervensi diberikan.
9 http://askepnyeri_mita.blogspot.com/php=?/19/26/
Skala yang menunjukkan letak dan pola nyeri dapat
berguna bagi perawat rumah dalam mengidentifikasi sumber atau tempat nyeri baru
pada pasien yang sakit kronis atau pasien sakit terminal dan dalam memantau
perubahan tingkat nyeri pasien. Pasien dan keluarga yang memberi perawatan dapat
diajari cata menggunakan skala pengkajian nyeri untuk mengkaji dan mengatasi
nyeri pasien. Perawat rumah yang mengunjungi pasien hanya pada interval waktu
tertentu dapat menggunakan catatan tertulis nilai nyeri dalam mengevaluasi
seberapa efektif strategi penatalaksanaan nyeri yang telah dijalani. Pada suatu
kesempatan, seseorang akan menyangkal merasakan nyeri ketika kebanyakan orang
dalam keadaan yang sama akan melaporkan nyeri yang signifikan.
3)
Mengkaji
respon fisiologik dan perilaku terhadap nyeri
Mengkaji indikasi fisiologis dan perilaku dari nyeri
terkadang sulit, jika tidak mungkin. Indikator fisiologis dan perilaku nyeri
yang dapat diamati dapat saja minimal atau tidak ada; namun demikian, hal ini
bukanlah berarti bahwa pasien tidak mengalami nyeri.
a)
Indikator fisiologis nyeri
Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator
nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal pasien. Bagaimanapun, respon
involunter ini seperti meningkatnya frekunsi nadi dan pernapasan, pucat dan
berkeringat adalah indicator rangsangan system saraf otonom, bukan nyeri.
b)
Respon perilaku terhadap nyeri
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup
pernyataan verbal, perilaku vocal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik
dengan orang lain, atau perubahan respon terhadap respon lingkungan.
4)
Faktor-faktor
yang mempengaruhi respon nyeri
a)
Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Adalah menarik untuk berharap dimana individu yang
mempunyai pengalaman multipel dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih
sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang yang hanya
mengalami sedikit nyeri.
b)
Ansietas dan nyeri
Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset
tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri
juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangn stress praoperatif
menurunkan nyeri saat pasca operatif. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
c)
Budaya dan Nyeri
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada
bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau
seseprang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budaya dan etnik
tidak mempengaruhi persepsi nyeri.
d)
Usia dan Nyeri
Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri
tidak diketahui secara luas. Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena
perubahan fisiologis dan psikologis yang menyertai prose penuaan. Cara lansia
berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang yang berusia
lebih muda. Atau nyeri pada lansia mungkin dialihkan jauh dari tempat cedera
atau penyakit. Persepsi pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari
perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (mis : DM), tetapi pada
individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah. Karena
individu lansia mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh
terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, analgesic
dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri. Bila diberikan kesempatan
untuk menggunakan sendiri analgesic pascaoperatif, lansia menunjukkan
keberhasilan peredaan nyeri dengan dosis opioid yang lebih kecil.
e)
Efek placebo
Efek placebo terjadi ketika seseorang berespon
terhadap pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan
atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau
pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja
sudah memberikan efek positif. Efek placebo timbul dari produksi alamiah
(endogen) endorphin dalam system control desenden. Efek ini merupakan respons
fisiologis sejati yang dapat diputar balik oleh nalokson, suatu antagonis
narkotik. 3
B.
Diagnosa
1)
Nyeri
kronik berhubungan dengan :
a)
Proses
keganasan
b)
Jaringan
perut
c)
Kontrol
nyeri yang tidak adekuat
2)
Cemas berhubungan dengan nyeri yang
dirasakan
3)
Nyeri akut berhubungan dengan fraktur
panggul
4)
Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan nyeri kronik
5)
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri muskuloskeletal
6)
Resiko injuri berhubungan dengan
kekurangan persepsi terhadap nyeri
7)
Ansietas yang berhubungan dengan nyeri
yang tidak hilang.
8)
Defisit perawatan diri yang berhubungan
dengan nyeri muskuloskeletal
9)
Disfungsi seksual yang
berhubungan dengan nyeri arthritis panggul
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 218-221
10) Gangguan
pola tidur yang berhubungan dengan nyeri punggung bagian bawah
11) Ketidakberdayaan
yang berhubungan dengan nyeri maligna kronik.
12) Nyeri
adalah yang
berhubungan dengan :
a)
Cedera fisik atau trauma
b)
Penurunan suplai darah ke jaringan
c)
Proses melahirkan normal. 9
C.
Intervensi
1)
Mengidentifikasi
tujuan untuk penatalaksanaan nyeri
Informasi yang diperoleh perawat melalui pengkajian
pasien digunakan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan menangani nyeri. Tujuan
yang diidentifikasi didiskusikan atau divalidasi bersama pasien. Bagi beberapa
pasien, tujuan dapat merupakan peredaan nyeri total. Namun, begitu, bagi banyak
orang harapan ini adalah tidak realistic. Tujuan lainnya dapat mencakup
penurunan intensitas, durasi atau frekuensi dari nyeri dan menurunkan efek-efek
negatif nyeri yang ada pada pasien.
2)
Hubungan
perawat-pasien dan penyuluhan pasien
Dua tindakan keperawatan yang menjadi dasar dari semua
penatalaksanaan nyeri lainnya adalah:
a)
Hubungan
perawat-klien
b)
Penyuluhan
pada pasien tentang nyeri dan cara meredakannya.
Hubungan
perawat-klien yang positif dan penyuluhan merupakan kunci dari penatalaksanaan
analgesia pada pasien yang mengalami nyeri karena komunikasi yang terbuka dan
kerja sama pasien penting untuk keberhasilannya. Penyuluhan sama pentingnya
karena pasien atau keluarga mungkin bertanggung jawab terhadap penanganan nyeri
di rumah dan mencegah serta menangani efek samping.
9 http://askepnyeri_mita.blogspot.com/php=?
3)
Memberikan
perawatan fisik
Pasien dengan nyeri mungkin tidak mampu untuk
melakukan aktivitas sehari-hari yang lazim atau untuk melakukan perawatan diri
yang lazim. Karenanya, penting artinya untuk membantu individu yang nyerinya
mengganggu perawatan diri untuk menjalani aktivitas ini. Pasien sering lebih
nyaman saat kebutuhan fisik dan perawatan dirinya terpenuhi dan upaya telah
dibuat untuk memastikan posisinya senyaman mungkin. Baju yang bersih dan
mengganti linen tempat tidur sejalan dengan upaya untuk membuat pasien merasa
segar (mis : menyikat gigi, menyisir rambut) sering meningkatkan tingkat
kenyamanan dan meningkatkan keefektifan tindakan pereda nyeri. Pemberian
perawatan fisik pada pasien juga memberikan kesempatan pada perawat untuk
melakukan pengkajian secara lengkap dan untuk mengidentifikasi masalah-masalah
yang mungkin memperberat rasa tidak nyaman dan nyeri pada pasien. Sentuhan
fisik yang sesuai dan lembut selama merawat dapat menenangkan dan menyenangkan.
4)
Menangani
ansietas yang berhubungan dengan nyeri
Ansietas dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
nyeri. Pasien yang mengantisipasi nyeri lebih cemas. Mengajarkan pasien tentang
sifat dari pengalaman nyeri yang akan dialami dan cara-cara yang ada untuk
menurunkan nyeri sering menurunkan ansietas. Orang yang mengalami nyeri akan
menggunakn strategi yang dipelajari sebelumnya untuk mengurangi nyeri.
Pembelajaran tentang tindakan pereda nyeri dapat mengurangi ancaman nyeri dan
memberikan individu indera kendali. 3
D.
Implementasi
1)
Mengurangi
faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan, kesalahpahaman,
ketakutan, kelelahan dan kebosanan.
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 222-223
a) Ketidakpercayaan.
Pengakuan
perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini
dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian
mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan pada pasien bahwa perawat
mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
b) Kesalahpahaman.
Mengurangi
kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan
dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat individual dan hanya
pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya.
c) Ketakutan.
Memberikan
informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan menganjurkan
pasien untuk mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri.
d) Kelelahan.
Kelelahan
dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan pola aktivitas yang
dapat memberikan istirahat yang cukup.
e) Kebosanan.
Kebosanan
dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan pengalih
perhatian yang bersifat terapeutik.
2)
Memodifikasi
stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti :
a) Tehnik latihan pengalihan
1.
Menonton
televisi
2.
Berbincang-bincang
dengan orang lain
3.
Mendengarkan
musik
b) Tehnik relaksasi
Menganjurkan
pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara,
menghembuskan secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan
punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga
didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
c) Stimulasi kulit
1.
Menggosok
dengan halus pada daerah nyeri
2.
Mengggosok
punggung
3.
Menggunakan
air hangat dan dingin
4.
Memijat
dengan air mengalir.
3)
Pemberian
obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus
agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.
Jenis analgesiknya adalah narkotika yang digunakan untuk menurunkan tekanan
darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi, dan jenis
bukan narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin,
asetaminofen, dan bahan anti inflamasi
nonsteroid.
4)
Pemberian
stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri engan
stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik
meliputi:
a) Transcutanius Elecstrital
Stimulator (TENS), digunakan untuk mengendalikan stimulus
manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan beberapa elektrode di luar.
b) Percutaneus implanted spinal cord
epidural stimulator, merupakan alat sum-sum tulang
belakang dan epidural yang diimplan di bawah kulit dengan transistor timah
penerima yang dimasukkan ke dalam kulit pada daerah epidural dan columna
vertebrae.
c) Stimulator
collumna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat
penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intraklavicula atau
abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui pembedahan pada dorsum sum-sum tulang
belakang. 9
|
E.
Evaluasi
Aspek penting dalam merawat pasien yang mengalami
nyeri adalah mengkaji kembali nyeri setelah intervensi diterapkan. Mengevalusi
seberapa efektif tindakan yang diterapkan didasarkan pada pengkajian nyeri
pasien, seperti yang dituangkan dalam perangkat pengkajian nyeri. Jika
intervensi tidak efektif, perawat harus mempertimbangkan tindakan lain. Jika
tindakan ini juga tidak efektif, tujuan-tujuan meredakan nyeri harus dikaji
kembali dalam konsultasi dengan dokter. Perawat bertindak sebagai advokat
pasien dalam mendapatkan tambahan pereda nyeri. Setelah intervensi mengalami keberhasilan, pasien diminta untuk
menilai intensitas nyerinya. Pengkajian ini diulangi pada interval yang sesuai
setelah intervensi dan dibandingkan dengan nilai sebelumnya. Pengkajian ini
menunjukkan keefektidan tindakan pereda nyeri dan memberikan dasar untuk
melanjutkan atau memodifikasi rencana perawatan. Hasil-hasil yang diharapkan
berikut ini digunakan untuk mengkaji keefektifan tindakan pereda nyeri :
Hasil yang diharapkan:
1.
Pencapaian
pereda nyeri
a.
Nilai
nyeri pada intensitas yang lebih rendah (pada skala 0-10) setelah intervensi.
b.
Nilai
nyeri pada intensitas yang lebih rendah untuk periode yang lebih panjang.
2.
Pasien
atau keluarga memberikan medikasi analgesic yang diresepkan dengan benar.
a.
Menyebutkan
dosis obat yang benar.
b.
Memberikan
dosis obat yang benar dengan menggunakan prosedur yang benar.
c.
Mengidentifikasi
efek samping obat.
d.
Menjelaskan
tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengoreksi efek samping.
3.
Menggunakan
strategi nyeri nonfarmakologik sesuai yang direkomendasikan.
a.
Melaporkan
praktik dari strategi nonfarmakologis.
b.
Menggambarkan
hasil yang diharapkan dari strategi nonfarmakologis.
4.
Melaporkan
efek minimal nyeri dan efek samping minimal dari intervensi.
a.
Berpartisipasi
dalam aktivitas yang penting untuk penyembuhan (mis : minum, batuk, ambulasi)
b.
Berpartisipasi
dalam aktivitas yang penting untuk diri sendiri dan keluarga (mis : aktivitas
keluarga, hubungan interpersonal, menjadi orangtua, interaksi sosial, rekreasi,
pekerjaan).
c.
Melaporkan
tidur yang adekuat dan tidak ada keletihan. 3
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan
Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 235.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Nyeri
adalah pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.
2.
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang
kiat keperawatan. Donahue (1989) menyatakan ‘melalui rasa nyaman dan tindakan
untuk mengupayakan kenyamanan perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan,
dorongan dan bantuan bagi klien’. Dari pernyataan itu di dapat bahwa kenyamanan
merupakan kebutuhan dasar klien untuk perawat agar dapat membantu tindakan
keperwatan. Kenyamanan bersifat subjektif karena setiap individu memiliki
fisiologis, social, spiritual dan kebudayaan yang berbeda sehingga mempengaruhi
cara mereka untuk menginterprestasikan dan merasakan kenyamanan tersebut.
3.
Asuhan
keperawatan pada nyeri dan kenyamanan meliputi pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi
B.
Saran-saran
1.
Hendaknya
kita selaku mahasiswa keperawatan dapat memahami dengan baik dan benar mengenai
konsep nyeri dan kenyamanan agar lebih memudahkan kita untuk
mengaplikasikannnya dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai seorang calon
tenaga kesehatan
2.
Hendaknya
kita dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan agar
lebih memudahkan kita dalam membuat asuhan keperawatan pada praktek lapangan
nantinya.
[1]
Robert Priharjo, Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istrahat pasien.
Jakarta, EGC. 2000
[2]
Zie Potgieter, Asuhan
Keperawatan Nyeri dan Kenyamanan. www.duta4diagnosa.blogspot.com,
Thursday, September 23, 2010
[3]Brunner
dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta, EGC. 2002, hal. 212
[5] Guyton
dan Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta, EGC. 2007, hal 625-627
1
Robert Priharjo, Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istrahat pasien.
Jakarta, EGC. 2000
[6]
http://cerminduniakedokteran_pengobatan
nyeri_asuhankeperawatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar