Halaman

Share

Grab This

Minggu, 10 Februari 2013

makalah nyeri



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat meggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon yang identik pada seseorang. 
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri. Dokter hampir semata-mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri alasan yang paling sering diberikan oleh klien ditanya kenapa berobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah sedemikian luas diterima sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri “tanda vital kelima”, dan mengelompokkannya dengan tanda-tanda klasik suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri dibanding tenaga professional perawatan kesehatan lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan. Peran pemberi perawatan primer adalah untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab nyeri dan meresepkan obat-obatan untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lain tetapi juga memberikan intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi, dan bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi tidak efektif. Selain itu, perawat berperan sebagai pendidik untuk pasien dan keluarga, mengajarkan mereka untuk mengatasi penggunaan analgetik atau regimen pereda nyeri oleh mereka sendiri jika memungkinkan.
B.        Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan nyeri?
2.      Bagaimana konsep nyeri dalam keperawatan?
3.      Apa arti dari kenyamanan?
4.      Bagaimana konsep kenyamanan dalam keperawatan
5.      Jelaskan metode dan konsep asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan?
C.       Tujuan
1.                  Mengetahui dan memahami makna dan konsep nyeri
2.                  Mengetahui dan memahami makna dan konsep kenyamanan
3.   Mengetahui dan memahami konsep dan metode asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan









BAB II
KONSEP NYERI DAN KENYAMANAN

A.       Nyeri
1.      Defenisi
Setiap manusia dapat mengalami nyeri yang merupakan sensasi tidak enak. Nyeri merupakan hal yang penting terhadap adanya gangguan fisiologis. Banyak orang yang datang ke rumah sakit atau puskesmas dengan keluhan nyeri yang biasanya disertai dengan rasa lainnya seperti rasa tertekan, panas atau dingin. Nyeri secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri dapat juga didefinisikan sebagai kejadian yang bersifat individu sehingga dalam pengumpulan data, perawat perlu secara seksama mendengarkan keluhan pasien secara verbal. Nyeri dikaji menurut lokasi, intensitas, waktu, durasi, dan kualitas serta prilaku non verbal pasien.[1]
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996). Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat (Priharjo, 1992). [2]
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.
Defenisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien dengan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa itu ada. [3]
2.      Fisiologi Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
a.       Resepsi
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon reflek protektif
. Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon refleks protektif.

Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal.
Ada beberapa faktor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut :
1.         Trauma
2.         Obat-obatan
3.         Pertumbuhan Tumor
4.         Gangguan Metabolik (penyakit diabetes mellitus)
b.      Persepsi
1.      Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
2.      Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri
itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi.
3.      Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik)
Reaksi emosi Pusat otak Persepsi
. Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.2



 
2 Zie Potgieter, Asuhan Keperawatan  Nyeri dan Kenyamanan. www.duta4diagnosa.blogspot.com, Thursday, September 23, 2010
Mekanisme Neurofisiologik Nyeri
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. System ini disebut sebagai system nosiseptik.
1.      Transmisi Nyeri
      ReseptorNyeri (Nosiseptor), adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat yang secara potensial merusak. Stimuli tersebut sifatnya bisa mekanik, termal, dan kimia. Reseptor nyerimerupakan jaras multi arah yang kompleks.
      Mediator Kimia dan Nyeri, sejumlah substansi yang mempengaruhi sensitifitas ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan ke jaringan ekstra seluler sebagai akibat dari kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamine, bradikinin, asetilkolin, dansubstansi P. Prostaglandin adalah zat kimiawi yang diduga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin.
2.      Kornu Dorsalia dan Jaras Asendens
      Kornu dorsalis dari medulla spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer misalnya reseptor nyeri berakhir di sini dan serabut traktus sensori asendens berawal di sini. Juga terdapat interkoneksi antara system neuronal desendens dan traktus sensori asendens. Traktus asendens berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.
3.      Sistem Kontrol Desendens
      System control desenden adalah suatu system serabut berasal dalam otak bagian bawah dan bagian tengah dan berakhir pada serabut interneuronal inhibitor dalam kornu dorsalis dari medulla spinalis. System ini kemungkinan selalu aktif; keadaan aktif ini mencegah transmisi terus –menerus stimulus nyeri. Sebagian melalui aksi dari endorphin.3
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 214-217
c.       Reaksi
1.      Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
2.      Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.
3.      Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
4.      nyeri-08 Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:
Impuls nyeri medula spinalis batang otak
dan talamus Sistem syaraf otonom Respon fisiologis dan perilaku. Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.2













 
2 Zie Potgieter, Asuhan Keperawatan  Nyeri dan Kenyamanan. www.duta4diagnosa.blogspot.com, Thursday, September 23, 2010
3.      Pengalaman Nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni :
a.       Makna nyeri. Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, juga untuk orang yang sama di saat yang berbeda. Umumnya, manusia memandang nyeri sebagai pengalaman yang negatif, walaupun nyeri juga mempunyai aspek posititf. Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya atau merusak, menunjukkan adanya komplikasi (mis : infeksi), memerlukan penyembuhan, menyebabkan ketidakmampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang harus ditoleransi. Faktor yang memengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu.
b.      Persepsi nyeri. Pada dasarnya, nyeri merupakan salah satu bentuk refleks guna menghindari rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari segala bentuk bahaya. Akan tetapi, jika nyeri itu terlalu lama atau berlangsung lama dapat berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini akan menyebabkan penderita menjadi tidak tenang dan putus asa. Bila nyeri cenderung tidak tertahankan, penderita bisa sampai melakukan bunuh diri (Setyanegara, 1978). Persepsi nyeri, tepatnya pada area korteks (fungsi evaluatif kognitif), muncul akibat stimulus yang ditransmisikan menuju jaras spinotalamikus dan talalmiko kortikalis. Persepsi nyeri ini sifatnya objektif, snagat kompleks, dan dipengaruhi faktor-faktor yang memicu stimulus nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, seperti daya reseptif dan interpretasi kortikal. Persepsi nyeri bisa berkurang atau hilang pada periode stres berat atau dalam keadaan emosi. Kerusakan pada ujung saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya. Sebagai contoh, penderita luka bakar derajat III tidak akan merasakan nyeri walaupun cederanya sangat hebat karena ujung-ujung sarafnya telah rusak. Individu lansia tidak mampu merasakan kerusakan jaringan yang baisanya menimbulkan nyeri, ini dirasakan oleh orang yang lebih muda.
c.       Toleransi terhadap nyeri. Toleransi terhadap nyeri terkait dengan intensitas nyeir yang membuat seseorang sanggup menahan nyeri sebelum mencari pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu menahan nyeri yang relatif stabil, namun tingkat toleransi berbeda tergantung pada situasi yang ada. Toleransi terhadap nyeri tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelmain, kelelahan, atau sedikit perubahan sikap. 
d.      Reaksi terhadap nyeri. Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Ada orang yang menghadapinya dengan perasaan takut, gelisah, dan cemas, dan ada pula yang menanggapinya dengan sikap yang optimis dan penuh toleransi. Sebagian orang merespons nyeri dengan mengangis, mengerang dan menjerit-jerit, meminta pertolongan, gelisah di tempat itdur, atau berjalan mondar-mandir tak tentu arah untuk mengurangi rasa nyeri. Sedangkan yang lainnya tidur sambil menggemertakkan gigi, mengepalkan tangan, atau mengeluarkan banyak keringat ketika mengalami nyeri.  
4.      Teori-teori Transmisi Nyeri
Jenis Teori
Respon Fisiologis
Pemisahan (specificity)
Reseptor nyeri tertentu akan menyalurkan impuls ke seluruh jaras nyeri menuju otak. Proses ini tidak memperhitungkan aspek fisiologis persepsi dan respon nyeri.
Pola (pattern)
Neyeri terjadi karena efek gabungan dari intensitas stimulus dan jumlah impuls pada ujung dorsal medula spinalis. Ini tidak termasuk aspek fisiologis
Teori Gate Control
Impuls nyeri dapat dikendalikan oleh mekanisme gerbang pada ujung dorsal medula spinalis guna memungkinkan atau menghalangi transmisi impuls nyeri. Faktor gerbang ini terdiri atas efek impuls yang ditransmisikan melalui srabut saraf konduksi cepat atau lambat, dan efek impuls yang turun dari batang otak dan korteks.
Transmisi dan inhibisi
Stimulus yang mengenai nosiseptor memulai transmisi impuls saraf. Transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh adanya neurotransmiter yang spesifik. Inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh adanya: (1) impuls menuju serabut besar yang memblok impuls pada serabut-serabut lambat, dan (2) sistem supresif oplat endogen.

5.      Jenis Nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri yaitu :
a.       Nyeri perifer. Nyeri ini ada tiga macam : (1) nyeri superfisial, yakni rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa; (2) nyeri viseral, yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium, dan toraks; (3) nyeri alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
b.      Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medula spinalis, batang otak, dan talamus.
c.       Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali, nyeri ini muncul karena faktor psikologis, bukan fisiologis.[4]
6.      Jenis Rasa Nyeri Beserta Kualitasnya
Rasa nyeri dapat dibagi menjadidua jenis utama : rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lambat. Bila diberikan stimulus, rasa nyeri cepat timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik, sedangkan rasa nyeri lambat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan bertambah selama beberapa detik dan kadangkala bahkan beberapa menit. Rasa nyeri cepat juga digambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri tersetrum. Jenis rasa nyeri ini akan terasa bila sebuah jarum ditusukkan ke dalam kulit, bila kulit tersayat pisau, atau bila kulit terbakar secara akut. Rasa nyeri ini juga akan terasa bila subjek mendapat setruman listrik. Rasa nyeri cepat-tajam tak akan terasa di sebagian besar jaringan dalam dari tubuh.
Rasa nyeri lambat juga mempunyai banyak nama, seperti rasa nyeri terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut-denyut, nyeri mual, dan nyeri kronik. Jenis rasa nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri dapat berlangsung lama, menyakitkan dan dapat menjadi penderitaan yang tak tertahankan. Rasa nyeri ini dapat terasa di kulit dan hampir semua jaringan dalam dan organ.
7.      Reseptor Nyeri dan Rangsangannya
Reseptor rasa nyeri yang terdapat di kulit dan jaringan lain semuanya merupakan ujung saraf bebas. Reseptor ini tersebar luas pada permukaan superfisial kulit dan juga di jaringan dalam tertentu, misalnya periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, dan falks serta tentorium tempurung kepala. Sebagian besar jaringan dalam lainnya hanya sedikit sekali dipersarafi oleh ujung saraf rasa nyeri; namun, setiap keruskaan jaringan yang luas dapat bergabung sehingga pada kebanyakan daerah tersebut akan timbul tipe rasa nyeri pegal yang lambat dan kronik.
8.      Tiga Jenis Stimulus yang Merangsang Reseptor Nyeri
Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan. Semua ini dikelompokkan sebagai rangsang nyeri mekanis, suhu, dan kimiawi. Pada umumnya, nyeri cepat diperoleh melalui rangsangan jenis mekanis atau suhu, sedangkan nyeri lambat dapat diperoleh melalui ketiga jenis tersebut.
Bebrapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi adalah bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Selain itu, prostaglandin dan substansi P meningkatkan sensitivitas ujung-ujung serabut nyeri tetapi tidak secara langsung merangsangnya. Substansi kimia terutama penting untuk perangsangan lambat, jenis rasa nyeri yang menusuk yang terjadi setelah cedera jaringan.   
9.      Sifat Nonadaptasi Reseptor Rasa Nyeri
Berbeda dengan kebanyakan reseptor sensorik tubuh lainnya, reseptor rasa nyeri sedikit sekali beradaptasi dan kadang tidak beradaptasi sama sekali. Ternyata, pada beberapa kondisi, eksitasi serabut rasa nyeri menjadi semakin bertambah secara progresif, terutama pada rasa nyeri mual-menusuk-lambat, karena stimulus rasa nyeri berlangsung terus-menerus. Keadaan ini akan meningkatkan sensitivitas reseptor rasa nyeri dan disebut hiperalgesia.
10.  Kecepatan Kerusakan Jaringan Sebagai Stimulus Rasa Nyeri
Pada umumnya nyeri akan terasa bila seseorang menerima panas dengan suhu dia ats 45oC. Ini juga merupakan suhu ketika jaringan mulai mengalami kerusakan akibat panas; sebenarnya, jaringan akan seluruhnya rusak jika sehu menetap di atas nilai ini. Oleh karena itu, jelaslah sekarang bahwa rasa nyeri yang diakibatkan oleh rasa panas sangat erat hubungnnya dengan kecepatan kerusakan dari jaringan yang terjadi dan tidak berhubungan dengan kerusakan total yang telah terjadi. Intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan kecepatan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh pengaruh selain panas, seperti infeksi bakteri, iskemia jaringan, kontusio jaringan, dan sebagainya.
11.  Makna Khusus dari Stimulus Kimiawi Penyebab Nyeri selama Kerusakan Jaringan
Ekstrak dari jaringan rusak menyebabkan rasa nyeri yang hebat bila disuntikkan di bawah kulit normal. Banyak zat kimia yang disebutkan sebelumnya, yang merangsang reseptor nyeri kimia dapat ditemukan dalam ekstrak-ekstrak ini. Satu zat kimia yang terlihat mengakibatkan rasa nyeri lebih hebat daripada yang lain adalah bradikinin. Banyak peneliti yang menduga bahwa bradikinin mungkin merupakan zat yang bertanggung jawab terhadap penyebab rasa nyeri yang diikuti kerusakan jaringan. Juga, intensitas nyeri dirasakan berkorelasi dnegan peningkatan konsentrasi ion kalium setempat atau peningkatan enzim proteolitik yang dapat secara langsung menyerang ujung-ujung saraf dan menimbulkan rasa nyeri dengan cara membuat membran saraf tersebut lebih permiabel terhadap ion-ion. 
12.  Iskemia Jaringan Sebagai Penyebab Rasa Nyeri
Bila aliran darah menuju jaringan terhambat, dalam waktu beberapa menit saja jaringan sering menjadi terasa nyeri sekali. Bila metabolisme jaringan makin cepat, rasa nyeri yang timbul akan semakin cepat pula. Contohnya, bila kita lingkarkan manset tekanan darah di sekeliling lengan atas dan selanjutnya dipompakan udara (inflasi) ke dalam manset sampai aliran darah arterinya berhenti, bila selanjutnya otot-otot lengan bawah orang percobaan tersebut digerakkan, kadang dapat timbul nyeri otot dalam waktu 15-20 detik. Bila otot tadi tidak digerakkan, dalam waktu 3 sampai 4 menit tidak akan timbul rasa nyeri walau aliran darah ke otot tetap nol.
Diduga, salah satu penyebab rasa nyeri pada keadaan iskemia adalah terkumpulnya sejumlah besar asam laktat dalam jaringan (metabolisme tanpa oksigen). Mungkin juga ada bahan-bahan kimiawi lainnya, seperti bradikinin dan enzim proteolitik yang terbentuk dalam jaringan akibat kerusakan sel, dan bila bahan-bahan ini selain asam laktat, akan merangsang ujung serabut saraf nyeri.
13.  Spasme Otot Sebagai Penyebab Rasa Nyeri
Spasme otot juga merupakan penyebab umum rasa nyeri, dan meupakan dasar banyak sindrom/nyeri klinis. Rasa nyeri ini mungkin sebagian disebabkan secara langsung oleh spasme otot karena terangsangnya reseptor nyeri yang bersifat mekanosensitif, namun mungkin juga rasa nyeri ini secara tidak langsung disebabkan oleh pengaruh spasme otot yang menekan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia, keadaan ini merupakan kondisi yang ideal untuk pelepasan bahan kimiawi pemicu timbulnya rasa nyeri.[5]
14.  Bentuk Nyeri
Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri akut biasanya berlangsung secara singkat, misalnya nyeri pada patah tulang atau pembedahan abdomen. Pasien yang mengalami nyeri akut bias menunjukkan gejala-gejala antara lain: perspirasi meningkat, percepatan jantung dan tekanan darah meningkat , dan palor. Respon seorang terhadap nyeri bervariasi ada yang sakit. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan pasien sering sulit  mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.
Nyeri juga dirasakan sebagai nyeri somatogenik atau psikogenik. Nyeri somatogenik merupakan nyeri secara fisik sedangkan nyeri psikogenik merupakan nyeri psikis atau mental.1
 Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas dua, yaitu :
a.       Nyeri akut. Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri 4. Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan, nyeri ini umumnya terjadi  kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Sebagai contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat, dengan nyeri yang hilang dengan cepat, barangkali dalam beberapa detik atau beberapa menit. Pada kasus dengan  kondisi lebih berat, seperti fraktur ekstremitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun sejalan dengan penyembuhan tulang.3
b.       Nyeri kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bisa diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar untuk menentukan lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara lain penderita menjadi lebih mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia. Akibatnya, mereka menjadi kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri (mis: sakit kepala migrain) 4. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera pesifik.
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 213
4 Wahit Iqbal Mubarak dan  Nurul Cahyatin, Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta, EGC.2000,hal 204-212
Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya. Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih meskipun enam bulan merupakan suatu periode  yang dapat berubah untuk membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronis. Suatu episode nyeri dapat membuat karakteristik nyeri kronis sebelum enam bulan telah berlalu atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut secara primer selama lebih dari enambulan. Meskipundemikian, setelah enam bulan banyak nyeri yang dialami banyak masalah-masalah yang berhubungan dengan nyeri itu sendiri. Nyeri kronis tidak mempunyai tujuan yang berguna dan jika hal ini menetap, ini menjadi gangguan utama. Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, hal ini diduga bahwa ujung-ujung saraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk mencetuskan sensasi nyeri atau ujung-ujung saraf yang hanya mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.3
15.  Efek Membahayakan dari Nyeri
a.       Nyeri akut, Tanpa melihat sifat, pola atau penyebab nyeri, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan  yang disebabkannya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi system pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, imunologi.


 
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 214

Respon stress (“respons neuroendokrin terhadap stress”) yang terjadi dengan trauma terjadi dengan penyebab nyeri hebat lainnya. Luasnya perubahan endokrin, imunologi dan inflamasi yang terjadi dengan stress dapat menimbulkan efek negative yang signifikan. Hal ini khususnya terjadi pada pasien yang terganggu karenausia, penyakit atau cedera.
b.      Nyeri kronis, Sama seperti halnya nyeri akut yang mempunyai efek negatif, nyeri kronis juga mempunyai efek yang merugikan. Supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat menyebabkan pertumbuhan tumor. Nyeri kronis sering mengakibatkan depresi dan ketidakmampuan .Pasien mungkin tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan hubungan interpersonal sebelum nyeri mulai terjadi.3
16.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain adalah :
a.          Etnik dan nilai budaya. Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh, individu dari budaya lain justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain. 
b.         Tahap perkembangan. Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel penting yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain, prevalensi nyeri pada individu lansi lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.


 
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 214
c.          Lingkungan dan individu pendukung. Lingkungan yang bising, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang senidirian, tanpa keluarga atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat.
d.         Pengalaman nyeri sebelumnya. Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannnya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu lain yang belum pernah mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap penanganan nyeri saat ini.
e.          Ansietas dan stres. Ansietas seringkali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan  menurunkan persepsi nyeri mereka.4
17.  Pengobatan Nyeri
Upaya pertama adalah untuk mengobati penyakit yang menimbulkan nyerinya, jika bisa. Namun sambil mencari alasan atau obat yang cocok, kita sebaiknya juga mengobati gejala dengan obat analgesik (antinyeri).


 
4 Wahit Iqbal Mubarak dan  Nurul Cahyatin, Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta, EGC.2000,hal 204-212
Penanganan nyeri tergantung dari derajat rasa nyeri serta tanggapan pada obat analgesik. Pemberian dan penggantian obat analgesik dilakukan secara bertahap. Tahapan digambarkan dengan Jenjang Analgesik dengan tiga tahap atau langkah.
Langkah pertama mencakup obat analgesik nonnarkotik, misalnya aspirin atau parasetamol.
Perhatikan: parasetamol (mis. Panadol) sebaiknya dihindari oleh orang dengan hepatitis. Langkah kedua memberi narkotik lemah, misalnya kodein, bila dibutuhkan dengan tetap diberi analgesik biasa. Sedang pada langkah tertinggi, diberikan obat narkotik kuat, misalnya morfin, sekali lagi dengan analgesik biasa bila dibutuhkan.
Obat analgesik juga dapat ditambah dengan adjuvan, obat untuk membantu khasiat obat pokok. Adjuvan dapat termasuk obat bius lokal, steroid, dan obat antimual, serta juga terapi penunjang yang dibahas di atas.
Jenis obat analgesik yang diberi dapat dinaikkan ke langkah berikutnya bila tidak ada perbaikan dengan penggunaan takaran yang dianjurkan. Sebaliknya, bila diberi analgesik langkah ketiga dan nyeri mulai hilang, obat diganti dengan obat jenis langkah kedua dulu, terus (bila nyeri masih tetap ringan) dengan obat jenis langkah pertama, terus dihentikan bila masalahnya hilang total. Jangan langsung berhenti memakai obat pada langkah kedua atau ketiga.
Biasanya, obat diberikan waktu kita merasa nyeri. Ini dapat berarti bahwa waktu nyeri diobati, dibutuhkan takaran besar, dengan kemungkinan ada efek samping. Beberapa ahli nyeri menganggap bahwa cara terbaik untuk menawar nyeri adalah dengan memberi obat pada jadwal tetap, dengan takaran tetap, sebelum rasa nyeri dialami.[6]



B.        Kenyamanan
1.                  Defenisi
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue (1989) menyatakan ‘melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dorongan dan bantuan bagi klien’. Dari pernyataan itu di dapat bahwa kenyamanan merupakan kebutuhan dasar klien untuk perawat agar dapat membantu tindakan keperwatan. Kenyamanan bersifat subjektif karena setiap individu memiliki fisiologis, social, spiritual dan kebudayaan yang berbeda sehingga mempengaruhi cara mereka untuk menginterprestasikan dan merasakan kenyamanan tersebut. 7
2.                  Konsep Metaparadigma Kolcoba
a)      Keperawatan
Keperawatan adalah penilaian kebutuhan akan kenyamanan, perancangan kenyamanan digunakan untuk mengukur suatu kebutuhan, dan penilaian kembali digunakan untuk mengukur kenyamanan setelah dilakukan implementasi. Penilaian dan penilaian kembali dapat dinilai secara subjektif, seperti ketika perawat menanyakan keamanan pasien, atau secara objektif seperti observasi menyembuhkan luka, perubahan nilai laboratorium, atau perubahan perilaku. Penilaian juga dapat melalui rangkaian penilaian skala melalui penglihatan atau daftar pertanyaan, yang mana kedua-duanya telah dikembangkan oleh kolcaba.
b)      Pasien
Penerima perawatan seperti individu, keluarga, institusi, atau masyarakat yang membutuhkan perawatan kesehatan.




 
c)      Lingkungan
Lingkungan adalah banyak aspek tentang pasien, keluarga, atau instutitusi melingkupi tindakan oleh perawat atau orang tercinta untuk meningkatkan kenyamanan.
d)     Kesehatan
Kesehatan adalah jumlah yang berfungsi secara optimal, seperti yang digambarkan oleh pasien atau kelompok, atau suatu pasien, keluarga, atau masyarakat.
3.   Asumsi
a)      Manusia mempunyai tanggapan holistic untuk stimulus yang kompleks.
b)      Kenyamanan adalah suatu hasil holistic yang diinginkan yang mengacu pada disiplin keperawatan.
c)      Manusia bekerja keras untuk menemukan kenyamanan dasar mereka, yang didapatkan dari usaha yang giat.
d)     Kenyamanan yang akan ditingkatkan pada pasien harus melibatkan HSBs pilihan mereka.
e)      Pasien dianjurkan dengan aktif pada HSBs yang telah ditetapkan dengan pelayanan kesehatan mereka.
f)       Integritas kelembagaan adalah dasar dari sistem nilai bagi penerima perawatan.
4.   Pernyataan teoritis
a)      Perawat mengidentifikasi kebutuhan kenyamanan  yang tidak terlihat dari pasien, desain kenyamanan digunakan untuk mengukur kebutuhan, dan untuk mencari peningkatkan kenyamanan pasien mereka, di mana hasil tersebut diinginkan dengan segera.
b)      Peningkatan kenyamanan langsung dan secara positif dihubungkan dengan penerapan di dalam HSBs, seperti  hasil yang diinginkan sebelumnya.
c)      Kapan seseorang mempunyai pendukung yang sesuai untuk dilibatkan secara penuh di dalam HSBs, seperti pemulihan dan/atau program penyembuhan atau cara hidup, integritas institusi juga sangat mendukung. 8
Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Suatu cara pandang yang holistic tentang keyamanan membantu dalam upaya mengidentifikasi 4 konteks, yaitu :
1.      Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh
2.      Sosial, berhubungan dengan interpersonal, keluarga dan sosial
3.      Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal di dalam diri sendiri, meliputi harga diri, seksualitas dan makna hidup.
4.      Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperature, warna dan unsur alamiah.
Penilaian tentang konteks kenyamanan memberikan seorang perawat rentang pilihan yang lebih luas dalam mencari tindakan untuk mena
nggulangi nyeri. [7]









BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NYERI DAN KENYAMANAN

A.       Pengkajian
Pengkajian keperawatan terhadap individu dengan nyeri termasuk deskripsi nyeri juga faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi nyeri dan respon individu terhadap strategi pereda nyeri.3
Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
1.                                          Menetapkan data dasar
2.                                          Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
3.                                          Menyeleksi terapi yang cocok
4.                                          Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
       Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1.   Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2.   Klasifikasi pengalaman nyeri
     Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.


 
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 217
3.   Karakteristik nyeri
a.       Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa  sering   nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama
b.      Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
c.       Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numerik, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yang digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang dikembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
1)                  Deskripsi Verbal tentang Nyeri
Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara yang berikut:
a)         Intensitas nyeri
Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (mis : tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0 sampai 10:0 = nyeri sangat hebat)
b)         Karakteristik nyeri
Termasuk letak, durasi (menit, jam, hari, bulan, dsb), irama (mis : terus menerus, hilang, timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan nyeri) dan kualitas (mis : nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).
c)         Faktor-faktor yang meredakan nyeri
(Mis: gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istrahat, obat-obat bebas, dsb.) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya. Banyak orang yang mempunyai ide-ide tertentu tentang apa yang akan menghilangkan nyerinya. Perilaku ini sering didasarkan pada pengalaman.
d)         Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari
(Mis : tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai). Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.
e)         Kekhawatiran individu tentang nyeri
Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.3
2)                  Skala Nyeri
a)         Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri.
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 217
Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan. 
b)         Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
c)         Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
d)         Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.9
e)         Pedoman untuk menggunakan skala pengkajian nyeri
Menggunakan skala tertulis untuk mengkaji nyeri tidak mungkin dilakukan jika pasien sakit serius atau dalam nyeri yang hebat atau baru saja mengalami pembedahan. Dalam kasus ini pasien dapat ditanya : “pada skala dari nol sampai dengan sepuluh, nol ‘tidak ada nyeri’, dan sepuluh ‘nyeri paling buruk yang dapat terjadi,’ seberapa berat nyeri yang anda rasakan saat ini?” pasien biasanya dapat berespon tanpa kesulitan. Jika pasien tidak dapat berbahasa Indonesia atau tidak mampu mengkomunikasikan dengan jelas informasi yang dibutuhkan untuk mengatasi nyeri, seorang interpreter, penerjemah, atau anggota keluarga yang terbiasa dengan metode komunikasi pasien harus dikonsulkan dan metode untuk pengkajian nyeri dibuat. Apabila seseorang dengan nyeri dirawat dirumah oleh keluarga atau perawat, skala nyeri mungkin dapat membantu dalam mengkaji efektivitas intervensi yang diterapkan, jika skala digunakan sebelum dan sesudah intervensi diberikan.
9 http://askepnyeri_mita.blogspot.com/php=?/19/26/
Skala yang menunjukkan letak dan pola nyeri dapat berguna bagi perawat rumah dalam mengidentifikasi sumber atau tempat nyeri baru pada pasien yang sakit kronis atau pasien sakit terminal dan dalam memantau perubahan tingkat nyeri pasien. Pasien dan keluarga yang memberi perawatan dapat diajari cata menggunakan skala pengkajian nyeri untuk mengkaji dan mengatasi nyeri pasien. Perawat rumah yang mengunjungi pasien hanya pada interval waktu tertentu dapat menggunakan catatan tertulis nilai nyeri dalam mengevaluasi seberapa efektif strategi penatalaksanaan nyeri yang telah dijalani. Pada suatu kesempatan, seseorang akan menyangkal merasakan nyeri ketika kebanyakan orang dalam keadaan yang sama akan melaporkan nyeri yang signifikan.
3)                  Mengkaji respon fisiologik dan perilaku terhadap nyeri
Mengkaji indikasi fisiologis dan perilaku dari nyeri terkadang sulit, jika tidak mungkin. Indikator fisiologis dan perilaku nyeri yang dapat diamati dapat saja minimal atau tidak ada; namun demikian, hal ini bukanlah berarti bahwa pasien tidak mengalami nyeri.
a)         Indikator fisiologis nyeri
Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal pasien. Bagaimanapun, respon involunter ini seperti meningkatnya frekunsi nadi dan pernapasan, pucat dan berkeringat adalah indicator rangsangan system saraf otonom, bukan nyeri.
b)         Respon perilaku terhadap nyeri
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vocal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respon terhadap respon lingkungan.



4)                  Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri
a)         Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Adalah menarik untuk berharap dimana individu yang mempunyai pengalaman multipel dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang yang hanya mengalami sedikit nyeri.
b)         Ansietas dan nyeri
Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangn stress praoperatif menurunkan nyeri saat pasca operatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
c)         Budaya dan Nyeri
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau seseprang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri.
d)         Usia dan Nyeri
Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas. Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologis dan psikologis yang menyertai prose penuaan. Cara lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang yang berusia lebih muda. Atau nyeri pada lansia mungkin dialihkan jauh dari tempat cedera atau penyakit. Persepsi pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (mis : DM), tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, analgesic dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri. Bila diberikan kesempatan untuk menggunakan sendiri analgesic pascaoperatif, lansia menunjukkan keberhasilan peredaan nyeri dengan dosis opioid yang lebih kecil.
e)         Efek placebo
Efek placebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah memberikan efek positif. Efek placebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorphin dalam system control desenden. Efek ini merupakan respons fisiologis sejati yang dapat diputar balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik. 3
B.        Diagnosa
1)                                          Nyeri kronik berhubungan dengan :
a)         Proses keganasan
b)         Jaringan perut
c)         Kontrol nyeri yang tidak adekuat
2)                                          Cemas berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
3)                                          Nyeri akut berhubungan dengan fraktur panggul
4)                                          Koping individu tidak efektif berhubungan dengan nyeri kronik
5)                                          Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri muskuloskeletal
6)                                          Resiko injuri berhubungan dengan kekurangan persepsi terhadap nyeri
7)                                          Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak hilang.
8)                                          Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri muskuloskeletal
9)                                          Disfungsi seksual yang berhubungan dengan nyeri arthritis panggul
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 218-221

10)  Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri punggung bagian bawah
11)  Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan nyeri maligna kronik.
12)  Nyeri adalah yang berhubungan dengan :
a)      Cedera fisik atau trauma
b)      Penurunan suplai darah ke jaringan
c)      Proses melahirkan normal. 9
C.        Intervensi
1)                  Mengidentifikasi tujuan untuk penatalaksanaan nyeri
Informasi yang diperoleh perawat melalui pengkajian pasien digunakan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan menangani nyeri. Tujuan yang diidentifikasi didiskusikan atau divalidasi bersama pasien. Bagi beberapa pasien, tujuan dapat merupakan peredaan nyeri total. Namun, begitu, bagi banyak orang harapan ini adalah tidak realistic. Tujuan lainnya dapat mencakup penurunan intensitas, durasi atau frekuensi dari nyeri dan menurunkan efek-efek negatif nyeri yang ada pada pasien.
2)                  Hubungan perawat-pasien dan penyuluhan pasien
Dua tindakan keperawatan yang menjadi dasar dari semua penatalaksanaan nyeri lainnya adalah:
a)         Hubungan perawat-klien
b)         Penyuluhan pada pasien tentang nyeri dan cara meredakannya.
Hubungan perawat-klien yang positif dan penyuluhan merupakan kunci dari penatalaksanaan analgesia pada pasien yang mengalami nyeri karena komunikasi yang terbuka dan kerja sama pasien penting untuk keberhasilannya. Penyuluhan sama pentingnya karena pasien atau keluarga mungkin bertanggung jawab terhadap penanganan nyeri di rumah dan mencegah serta menangani efek samping.


 
9  http://askepnyeri_mita.blogspot.com/php=?
3)                  Memberikan perawatan fisik
Pasien dengan nyeri mungkin tidak mampu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang lazim atau untuk melakukan perawatan diri yang lazim. Karenanya, penting artinya untuk membantu individu yang nyerinya mengganggu perawatan diri untuk menjalani aktivitas ini. Pasien sering lebih nyaman saat kebutuhan fisik dan perawatan dirinya terpenuhi dan upaya telah dibuat untuk memastikan posisinya senyaman mungkin. Baju yang bersih dan mengganti linen tempat tidur sejalan dengan upaya untuk membuat pasien merasa segar (mis : menyikat gigi, menyisir rambut) sering meningkatkan tingkat kenyamanan dan meningkatkan keefektifan tindakan pereda nyeri. Pemberian perawatan fisik pada pasien juga memberikan kesempatan pada perawat untuk melakukan pengkajian secara lengkap dan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin memperberat rasa tidak nyaman dan nyeri pada pasien. Sentuhan fisik yang sesuai dan lembut selama merawat dapat menenangkan dan menyenangkan.
4)                  Menangani ansietas yang berhubungan dengan nyeri
Ansietas dapat mempengaruhi respon pasien terhadap nyeri. Pasien yang mengantisipasi nyeri lebih cemas. Mengajarkan pasien tentang sifat dari pengalaman nyeri yang akan dialami dan cara-cara yang ada untuk menurunkan nyeri sering menurunkan ansietas. Orang yang mengalami nyeri akan menggunakn strategi yang dipelajari sebelumnya untuk mengurangi nyeri. Pembelajaran tentang tindakan pereda nyeri dapat mengurangi ancaman nyeri dan memberikan individu indera kendali. 3
D.       Implementasi
1)   Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan.



 
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 222-223

a)      Ketidakpercayaan.
Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan pada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
b)      Kesalahpahaman.
Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya.
c)      Ketakutan.
Memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri.
d)      Kelelahan.
Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
e)      Kebosanan.
Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik.
2)   Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti :
a)      Tehnik latihan pengalihan
1.      Menonton televisi
2.      Berbincang-bincang dengan orang lain
3.      Mendengarkan musik
b)      Tehnik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara, menghembuskan secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
c)      Stimulasi kulit
1.      Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
2.      Mengggosok punggung
3.      Menggunakan air hangat dan dingin
4.      Memijat dengan air mengalir.
3)   Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi, dan jenis bukan narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan anti inflamasi nonsteroid.
4)   Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri engan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi: 
a)      Transcutanius Elecstrital Stimulator (TENS), digunakan untuk mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan beberapa elektrode di luar.
b)      Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator, merupakan alat sum-sum tulang belakang dan epidural yang diimplan di bawah kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke dalam kulit pada daerah epidural dan columna vertebrae.
c)      Stimulator collumna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intraklavicula atau abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui pembedahan pada dorsum sum-sum tulang belakang. 9
9 http://askepnyeri_mita.blogspot.com/php=?/19/26/

 
 
E.        Evaluasi
Aspek penting dalam merawat pasien yang mengalami nyeri adalah mengkaji kembali nyeri setelah intervensi diterapkan. Mengevalusi seberapa efektif tindakan yang diterapkan didasarkan pada pengkajian nyeri pasien, seperti yang dituangkan dalam perangkat pengkajian nyeri. Jika intervensi tidak efektif, perawat harus mempertimbangkan tindakan lain. Jika tindakan ini juga tidak efektif, tujuan-tujuan meredakan nyeri harus dikaji kembali dalam konsultasi dengan dokter. Perawat bertindak sebagai advokat pasien dalam mendapatkan tambahan pereda nyeri. Setelah intervensi  mengalami keberhasilan, pasien diminta untuk menilai intensitas nyerinya. Pengkajian ini diulangi pada interval yang sesuai setelah intervensi dan dibandingkan dengan nilai sebelumnya. Pengkajian ini menunjukkan keefektidan tindakan pereda nyeri dan memberikan dasar untuk melanjutkan atau memodifikasi rencana perawatan. Hasil-hasil yang diharapkan berikut ini digunakan untuk mengkaji keefektifan tindakan pereda nyeri :
Hasil yang diharapkan:
1.                  Pencapaian pereda nyeri
a.       Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah (pada skala 0-10) setelah intervensi.
b.      Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah untuk periode yang lebih panjang.
2.   Pasien atau keluarga memberikan medikasi analgesic yang diresepkan dengan benar.
a.       Menyebutkan dosis obat yang benar.
b.      Memberikan dosis obat yang benar dengan menggunakan prosedur yang benar.
c.       Mengidentifikasi efek samping obat.
d.      Menjelaskan tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengoreksi efek samping.
3.   Menggunakan strategi nyeri nonfarmakologik sesuai yang direkomendasikan.
a.       Melaporkan praktik dari strategi nonfarmakologis.
b.      Menggambarkan hasil yang diharapkan dari strategi nonfarmakologis.
4.   Melaporkan efek minimal nyeri dan efek samping minimal dari intervensi.
a.       Berpartisipasi dalam aktivitas yang penting untuk penyembuhan (mis : minum, batuk, ambulasi)
b.      Berpartisipasi dalam aktivitas yang penting untuk diri sendiri dan keluarga (mis : aktivitas keluarga, hubungan interpersonal, menjadi orangtua, interaksi sosial, rekreasi, pekerjaan).
c.       Melaporkan tidur yang adekuat dan tidak ada keletihan. 3















 
3 Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, Hal 235.

BAB IV
PENUTUP

A.       Simpulan
1.   Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang dibanding suatu penyakit manapun.
2.   Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Donahue (1989) menyatakan ‘melalui rasa nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan perawat memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dorongan dan bantuan bagi klien’. Dari pernyataan itu di dapat bahwa kenyamanan merupakan kebutuhan dasar klien untuk perawat agar dapat membantu tindakan keperwatan. Kenyamanan bersifat subjektif karena setiap individu memiliki fisiologis, social, spiritual dan kebudayaan yang berbeda sehingga mempengaruhi cara mereka untuk menginterprestasikan dan merasakan kenyamanan tersebut.
3.   Asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
B.        Saran-saran
1.   Hendaknya kita selaku mahasiswa keperawatan dapat memahami dengan baik dan benar mengenai konsep nyeri dan kenyamanan agar lebih memudahkan kita untuk mengaplikasikannnya dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai seorang calon tenaga kesehatan
2.   Hendaknya kita dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada nyeri dan kenyamanan agar lebih memudahkan kita dalam membuat asuhan keperawatan pada praktek lapangan nantinya.


[1] Robert Priharjo, Perawatan  Nyeri, pemenuhan aktivitas istrahat pasien. Jakarta, EGC. 2000
[2] Zie Potgieter, Asuhan Keperawatan  Nyeri dan Kenyamanan. www.duta4diagnosa.blogspot.com, Thursday, September 23, 2010
[3]Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta, EGC. 2002, hal. 212
[4] Wahit Iqbal Mubarak dan  Nurul Cahyatin, Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta, EGC.2000,hal 204-212
[5] Guyton dan Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta, EGC. 2007, hal 625-627
1 Robert Priharjo, Perawatan  Nyeri, pemenuhan aktivitas istrahat pasien. Jakarta, EGC. 2000

[6] http://cerminduniakedokteran_pengobatan nyeri_asuhankeperawatan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar