Makassar
, 26 November 2012
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL
GINJAL KRONIK
(CRONIC KIDNEY DISEASE / CKD)
DISUSUN
OLEH :
MARIA
ULFA
70300109039
KEPERAWATAN
AI
CI.
Institusi
|
CI. Lahan
|
|
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Gagal
ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ERSD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubulus mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia.
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan faal
ginjal yang hampir selalu tak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal.
Istilah uremia telah dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu
abad, walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala gagal ginjal kronik tidak
seluruhnya disebabkan retensi urea dalam darah.
B.
Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronik
tampak dalam tabel berikut di bawah :
Tabel
klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Derajat Penyakit
|
||
Derajat
|
Penjelasan
|
LFG
(ml/mnt/1,73m2)
|
1
|
Kerusakan ginjal dengan LFG normal
atau
|
≥90
|
2
|
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
|
60-89
|
3
|
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
|
30-69
|
4
|
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
|
15-29
|
5
|
Gagal
ginjal
|
<15
atau dialysis
|
C.
Etiologi
1.Infeksi saluran kemih
(pielonefritis kronis)
2.Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3.Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4.Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5.Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6.Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7.Nefropati toksik
8.Nefropati obstruktif (batu saluran kemih) Price & Wilson, (1994).
2.Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3.Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4.Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5.Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6.Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7.Nefropati toksik
8.Nefropati obstruktif (batu saluran kemih) Price & Wilson, (1994).
D.
Patofisiologi
Pada
waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu. (
Barbara C Long, 1996, 368) Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth,
2001 : 1448). Perjalanan
umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
1.
Stadium 1 (penurunan
cadangan ginjal)
Di tandai dengan
kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik.
2.
Stadium 2 (insufisiensi
ginjal)
Lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari
normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal,
kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan,
timbul nokturia dan poliuri.
3.
Stadium 3 (Gagal ginjal
stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah
hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10
ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum
nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)
E.
Tanda dan Gejala
1.
Manifestasi
klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b.
Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2.
Manifestasi
klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3.
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
a. Sistem kardiovaskuler
•
Hipertensi
•
Pitting edema
•
Edema periorbital
•
Pembesaran vena leher
•
Friction sub pericardial
b.
Sistem Pulmoner
•
Krekel
•
Nafas dangkal
•
Kusmaull
•
Sputum kental dan liat
c.
Sistem gastrointestinal
•
Anoreksia, mual dan muntah
•
Perdarahan saluran GI
•
Ulserasi dan pardarahan mulut
•
Nafas berbau ammonia
d.
Sistem musculoskeletal
•
Kram otot
•
Kehilangan kekuatan otot
•
Fraktur tulang
e.
Sistem Integumen
•
Warna kulit abu-abu mengkilat
•
Pruritis
•
Kulit kering bersisik
• Ekimosis
•
Kuku tipis dan rapuh
•
Rambut tipis dan kasar
f.
Sistem Reproduksi
•
Amenore
•
Atrofi testis
F.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan
Laboratorium
a. Laboratorium darah: BUN, Kreatinin,
elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit),
protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin).
b. Pemeriksaan Urin: Warna, PH, BJ,
kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.
2. Pemeriksaan EKG: Untuk melihat adanya
hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit
(hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG: Menilai besar dan
bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate.
4. Pemeriksaan
Radiologi:Renogram, Intravenous Pyelography,Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
G.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul
akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit Tulang
H.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1.
Retriksi konsumsi cairan,
protein, dan fosfat.
2.
Obat-obatan :
Diuretik untuk meningkatkan urinasi.
Alumunium hidroksida untuk terapi
hiperfostamia.
Anti hipertensi untuk terapi hipertensi.
Serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti Apoetin Alfa
bila terjadi anemia.
2.
Dialisis
3.
Transfusi darah
4. Transpolantasi ginjal
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a.
Riwayat
Keperawatan Masa Lalu
Penyakit
yang pernah diderita: Hipertensi, kencing batu, DM?
Kebiasaan
buruk: menahan kencing, minum bersoda?
Operasi:
ginjal?
b.
Riwayat
Keperawatan Sekarang
Keluhan
utama: nyeri, pusing, mual muntah?
c.
Pengkajian
Perpola Kesehatan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
Apakah
pasien tahu tentang penyakitnya?
Apa
yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah
pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda
dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolic
Apakah
pasien merasa mual/muntah?
Apakah
pasien mengalami anoreksia?
Makan/minum:
frekuensi, porsi, jenis, voleme?
3. Eliminasi
Apakah
BAB/BAK teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Apakah
memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri, sebagian, total)?
Apakah
pada saat beraktivitas sesak, palpitasi, kelemahan, cepat lelah?
5. Tidur
dan istirahat
Apakah tidur pasien
terganggu?
Berapa
lama, kualitas tidur (siang siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum
tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri
(PQRST)?
Keluhan
gangguan pancaindera?
7. Persepsi dan konsep diri
Bagaimana
pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Bagaimana
hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah
merasa pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9. Reproduksi dan seksualitas
Apakah
ada gangguan hubungan seksual pasien (menstruasi teratur?
Impotensi?)?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Bagaimana
menghadapi masalah?
Apakah
pasien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana
pasien mengatasinya?
Siapa
yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11. Nilai dan kepercayaan
Sebelum
sakit
Bagaimana
kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat
sakit
Apakah
ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah
penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
d.
Pemeriksaan
Fisik
1.Keadaan
umum :
2.Kesadaran
:
3.Tanda-tanda
vital :
4.Status
gizi :
5.Pemeriksaan
Head to toe
a. Kulit, rambut, dan kuku
1) Inspeksi warna kulit, jaringan parut,
lesi dan vaskularisasi
2) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3) Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa.
2) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3) Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa.
b. Kepala:
1) Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak,
kulit kepala (lesi, massa)
2) Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c. Mata
2) Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c. Mata
1) Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk
dan kesimetrisannya
2) Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
2) Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3) Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan
menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4) Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur
kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak
langsung.
5) Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6) Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
5) Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6) Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
7) Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal
adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8) Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9) Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10) Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
8) Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9) Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10) Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d.Hidung
1) Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
1) Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
2) Palpasi lembut batang dan jaringan lunak
hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta
palpasi sinus-sinus hidung.
3) Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4) Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e. Telinga
3) Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4) Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e. Telinga
1) Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2) Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk,
warna, dan adanya lesi.
3) Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4) Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
3) Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4) Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
5) Tarik daun teinga secara perlahan ke
atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian
amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6) Uji fungsi pendengaran dengan
menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne,
Swabacch). (nervus auditorius).
f. Mulut dan faring
f. Mulut dan faring
1) Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi,
dan kelainan koninetal
2) Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
3) Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
2) Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
3) Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4) Inspeksi faring terhadap warna, lesi,
peradangan tonsil
5) Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6) Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
5) Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6) Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7) Menguji sensasi faring (berkata ”ah”).
(nervus vagus).
g. Leher
1) Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan,
warna kulit, adanya pembengkakakn,
jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2) Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3) Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4) Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
2) Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3) Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4) Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5) Palpasi kelenjar tiroid
h. Thorak dan tulang belakang
1) Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel
chest, pigeon chest, funnel chest).
2) Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3) Palpasi adanya krepitus pada kosta
2) Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3) Palpasi adanya krepitus pada kosta
4) Khusus pasien wanita dilakukan
pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i. Paru posterior, lateral, anterior
i. Paru posterior, lateral, anterior
1) Inspeksi kesimetrisan paru
2) Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta
pasien menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru
kanan dan kiri.
3) Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
3) Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4) Perkusi dari puncak paru ke bawah
(supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara
perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j. Jantung dan pembuluh darah
5) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j. Jantung dan pembuluh darah
1) Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan
apical.
2) Palpasi area aorta pada interkosta ke-2
kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta
3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian
pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
3) Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
3) Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4) Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4
titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5) Periksa vaskularisasi perifer dengan
meraba kekuatan denyut nadi.
k. Abdomen
k. Abdomen
1) Inspeksi dari depan dan samping pasien
(adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
2) Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus
diukur dalam 1 menit, bising usus)
3) Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
3) Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4) Perkusi: 4 kuadran (timpani,
hipertimpani, pekak)
5) Melakukan pemeriksaan turgor kulit
abdomen
6) Mengukur lingkar perut
l .Genitourinari
1) Inspeksi anus (kebersihan,
lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki
untuk mengetahui pembesaran prostat).
2) Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
2) Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
3) Inspeksi alat kelamin/genitalia pria:
kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran
penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4) Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
m. Ekstremitas
1) Inspeksi ekstremitas atas dan bawah:
kesimetrisan, lesi, massa
2) Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3) Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin,
warna, capillary reffil time, dan edema
4) Kaji kemampuan pergerakan sendi
5) Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep,
patela, arcilles
6) Kaji reflek patologis: reflek plantar
(babinsky)
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999)
dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD
adalah:
1.
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2.
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak
seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3.
Perubahan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4.
Perubahan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis
respiratorik.
5.
Gangguan perfusi
jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
C. Intervensi Keperawatan
1.
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
Tujuan: Penurunan curah jantung
tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia
frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya
hipertensi
R: Hipertensi dapat
terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan
oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan
nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat
menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat
aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat
menyertai GGK juga anemia
2.
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak
seimbang oleh karena retensi Na dan H2O).
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital.
b. Batasi masukan
cairan
R: Pembatasan cairan
akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi.
c. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman
meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
d.Anjurkan pasien / ajari
pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran.
R:
Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.
Perubahan nutrisi:
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
Tujuan: Mempertahankan
masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi
kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya
mual dan muntah
R: Gejala yang
menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi.
c. Beikan makanan
sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil
dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan
oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan
pengalihan dan meningkatkan aspek social
e. Berikan perawatan
mulut sering
R: Menurunkan
ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi
masukan makanan.
4.
Perubahan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis
respiratorik
Tujuan: Pola nafas
kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya
pengumpulan secret
b. Ajarkan pasien batuk
efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan
nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman
mungkin
R: Mencegah terjadinya
sesak nafas
d. Batasi untuk
beraktivitas
R:
Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas
kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit
utuh
- Menunjukan perilaku /
teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area
sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus /
infeksi.
b. Pantau masukan
cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya
dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas
jaringan.
c. Inspeksi area
tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih
cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering
mungkin
R: Menurunkan tekanan
pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia.
e. Berikan perawatan
kulit
R: Mengurangi
pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen
kering
R: Menurunkan iritasi
dermal dan risiko kerusakan kulit
g.
Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan
pada area pruritis
R: Menghilangkan
ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai
pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi
dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
6. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien
dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor
yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan
aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan
status nutrisi yang adekuat
Pathway CKD
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar