BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tinitus
berasal dari bahasa latin yang artinya nada. Tinitus adalah persepsi suara yang
bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang terdengar begitu nyata dan
serasa berasal dari dalam telinga atau kepala. Pada sebagian besar kasus,
gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila terjadinya makin sering
dan berat maka akan menganggu juga.
Tinitus dapat bersifat subjektif dan
objektif. Tetapi hampir sebagian besar kasus, tinnitus bersifat subjektif. Tinitus
yang bersifat subjektif maksudnya hanya penderita yang dapat mendengarkan suara
tinitusnya. Tinitus dapat berlangsung sementara atupun intermitten.
Tinitus bukanlah suatu diagnosis
penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit. Tinitus mungkin dapat
timbul dari penurunan fungsi pendengaran yang dikaitkan dengan usia dan proses
degenerasi, trauma telinga ataupun akibat dari penyakit vaskular.
Tinitus cukup banyak didapati dalam
praktek sehari-hari. Jutaan orang di duina menderita tinnitus dengan derajat
ringan sampai berat. Dari hasi penelitian, didapatkan satu dari lima orang di
antara usia 55 dan 65 tahun dilaporkan mengalami tinitus. Hal ini menandakan
bahwa tinitus adalah keluhan yang sangat umum yang diterima di kalangan usia
lanjut.
Bunyi yang diterima sangat
bervariasi. Keluhan tinitus dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis
atau berbagai macam bunyi lannya. Biasanya keluhan tinitus selalu disertai dengan
gangguan pendengaran.
Penyebab tinitus sampai sekarang
masih belum diketahui secara pasti, sebagian besar kasus tidak diketahui
penyebabnya. Penatalaksanaan tinitus bersifat empiris dan sampai saat ini masih
menjadi perdebatan.
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui konsep dasar Tinitus.
2.
Mengetahui pengertian, etiologi, pennyebab, diagnosis,
pengobatan, patofisiologi, dll dari Tinitus.
3.
Mengetahui konsep dasar keperawatan Tinitus.
4.
Membuat Rencana Asuhan Keperawatan.
BAB
II
KONSEP DASAR PENYAKIT
A.
Anatomi Dan Fisiologi
Telinga
Telinga
terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Sumber:
http://www.utdol.com/online/content/images/pedi_pix/Normal_ear_anatomy.jpg
a. Telinga luar
Telinga luar merupakan bagian terluar dari telinga.
Telinga luar meliputi daun telinga atau pinna, Liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang
telinga atau membrana timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan
kulit. Daun telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju
gendang telinga. Rancangan yang begitu kompleks pada
telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting
adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan tulang
rawan yang dilapisi kulit tipis.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang
rawan pada sepertiga luar dan tulang di dua pertiga dalam. Liang telinga memiliki panjang kira-kira 2,5 - 3
cm. Di dalam liang telinga terdapat banyakkelenjar yang
menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen atau kotoran telinga.
Hanya bagian saluran yang memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut.
Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga
tengah.
sumber :
http://medicastore.com/images/anatomi_telinga_luar.jpg
b. Telinga
tengah
Telinga tengah adalah ruangan yang berbentuk kubus. Isinya meliputi
gendang telinga, 3 tulang
pendengaran (malleus, incus, dan stapes). muara tuba Eustachii juga berada di
telinga tengah.
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan
disampaikan ke tulang pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke tulang
berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil
di tubuh meneruskan getaran ke koklea.
Telinga tengah dan saluran pendengaran akan terisi
udara dalam keadaan normal. Tidak
seperti pada bagian luar, udara pada telinga tengah tidak
berhubungan dengan udara di luar tubuh. Saluran
Eustachius menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang faring.
Dalam keadaan biasa, hubungan saluran Eustachii dan telinga tengah tertutup dan
terbuka pada saat mengunyah dan menguap.
c.
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah
rangkaian rongga pada tulang epelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe & labirin
membranasea, yang terletak lebih dalam dan memiliki
cairan endolimfe.
Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang
koklea terdiri atas tiga bagian yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Bagian dasar dari
skala vestibuli berhubungan dengan tulang stapes melalui
jendela berselaput yang disebut tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah melalui tingkap bulat.
Bagian atas skala media dibatasi oleh membran
vestibularis atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi oleh membran basilaris. Di atas membran
basilaris terdapat organ corti yang berfungsi mengubah
getaran suara menjadi impuls. Organ corti terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel rambut terdapat membran tektorial yang
terdiri dari gelatin yang lentur, sedangkan sel rambut
akan dihubungkan dengan bagian otak dengan N.vestibulokoklearis.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam
terdapat indera keseimbangan. Bagian ini secara struktural terletak di belakang labirin yang membentuk struktur
utrikulus dan sakulus serta tiga saluran setengah
lingkaran atau kanalis semisirkularis. Kelima bagian ini berfungsi mengatur
keseimbangan tubuh dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan
dengan bagian keseimbangan dari N. vestibulokoklear
FISIOLOGI PENDENGARAN
Gelombang bunyi ditangkap oleh daun
telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga. Gelombang bunyi akan diteruskan
ke telinga tengah dengan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan
diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus, incus dan stapes, ke foramen
oval.
Getaran Struktur koklea pada tingkap
lonjong akan diteruskan ke cairan limfe yang ada di dalam skala vestibuli.
Getaran cairan ini akan menggerakkan membrana Reissner dan menggetarkan
endolimfa. Sehingga akan menimbulkan gerakan relatif antara membran basalis dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka
dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius. Lalu di lanjutkan ke nukleus auditoris sampai korteks
pendengaran di area 39-40 lobus temporalis.
Sumber:http://cache-media.britannica.com/eb-media/99/14299-004-D2B5BCF9.gif
B.
Definisi
Tinitus
Tinitus merupakan suara berdenging
di satu atau kedua telinga. Tinitus dapat menyertai penimbunan kotoran telinga
atau presbikusis. Overdosis aspirin atau obat lain dapat mencetuskan tinitus.
Infeksi telinga tengah, penyakit meniere, atau otosklerosis (osifikasi ireguler
hilangg telinga tengah) dapat juga menyebabkan tinitus.
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu
mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi
tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus
hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya. (dr.
Antonius HW SpTHT dalam artikel Suara Keras Sebabkan Telinga Mendenging. Indopos
Online).
Tinnitus
adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa
rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi mendenging, menderu,
mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Gejalanya bisa timbul terus menrus
atau hilang timbul. (Putri Amalia dalam artikel Gangguan Pendengaran
”Tinnitus”.FK Universitas Islam Indonesia).
Pada
dasarnya telinga berdengung (tinnitus) adalah gangguan pendengaran yang ditandai
dengan keluhan perasaan mendengar bunyi di dalam telinga atau di dalam kepala
yang tidak dihasilkan oleh sumber dari luar. Tinnitus berasal dari kata
“tinnire” yang artinya “membunyikan”.
Tinitus adalah salah satu bentuk
gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar,
dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar
sangat bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum,
atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil
atau berpulsasi.
C.
Etiologi
Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam, beberapa
penyebabnya antara lain :
·
Kotoran yang ada di lubang telinga, yang apabila sudah di
bersihkan rasa berdenging akan hilang.
·
Infeksi telinga tengah dan telinga dalam.
·
Gangguan darah.
·
Tekanan darah yang tinggi atau rendah, dimana hal tersebut
merangsang saraf pendengaran.
·
Penyakit meniere’s Syndrome, dimana tekanan cairan dalam
rumah siput meningkat, menyebabkan pendengaran menurun, vertigo, dan tinnitus.
·
Keracunan obat.
·
Penggunaan obat golongan aspirin ,dsb.
Tinitus
pada pasien lanjut usia biasanya disebabkan oleh kerusakan pada saraf-saraf
pendengaran/ Sedangkan pada pasien muda dapat disebabkan oleh seringnya
mendengar suara keras , seperti music dengan volume suara yang memekakkan
telinga.
Penyebab
tinnitus yang paling sederhana adalah menempelnya kotoran telinga (serumen) di
gendang telinga. Biasanya hal ini disebabkan karena kebiasaan mengorek kotoran
telinga dengan cotton bud. Namun hasilnya kotoran keluar sangat sedikit
sebaliknya sisa kotoran yang ada terdorong ke gendang telinga. Untuk mengatasi
hal ini, disarankan untuk jangan mengorek telinga sendiri. Lebih baik datang
kepada dokter di bidang THT secara rutin 6 bulan atau setahun sekali untuk
membersihkan telinga.
Disamping
itu tinnitus juga dapat merupakan gejala dari Penyakit Meniere’s yang memiliki
trias gejala yaitu : Tinitus dengan nada rendah atau tinggi, tuli saraf serta
vertigo yang berfluktuasi. Penyakit lain yang terkait dengan tinnitus adalah
Otosklerosis , Infeksi dan peradangan pada telinga , tumor jinak pada saraf
pendengaran, tumor Glomus Jugulare , keracunan obat, tuli saraf, kelainan pada
tuba eustachius, hipertensi, anemia, gangguan endokrin, penyakit autoimun
seperti penyakit Lupus eritematous, cedera kepala.
Tinitus paling banyak disebabkan
karena adanya kerusakan dari telinga dalam. Terutama kerusakan dari koklea.
Secara garis besar, penyebab tinitus dapat berupa kelainan yang bersifat
somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan vascular, tinitus karena
obat-obatan, dan tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
1.
Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a.
Trauma kepala dan Leher
Pasien
dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan mengalami tinitus
yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher adalah tinitus somatik yang
paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa Fraktur tengkorak, Whisplash
injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan
hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal dari artritis
sendi temporomandibular.4 Biasanya orang dengan artritis TMJ akan mengalami
tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi yang di
dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan antara
artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2.
Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
Tinitus juga dapat muncul dari
kerusakan yang terjadi di saraf yang menghubungkan antara telinga dalam dan
kortex serebri bagian pusat pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan kerusakan dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus
pada n.VIII, tumor yang mengenai n.VIII, dan Microvascular compression syndrome
(MCV). MCV dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan
n.VIII karena adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang
terjadi.
3. Tinitus karena kelainan vaskular
Tinitus
yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar bunyi
yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular yang
dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan
kolesterol dan bentuk-bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke
telinga tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran
darah menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga
memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat
menyebabkan gangguan vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal.
c.
Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV
malformation yang terjadi antara koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan
tinitus.
d. Tumor pembuluh darah
Tumor
pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat menyebabkan
tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus jugulare dengan ciri
khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan
pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor glomus jugulare.
4. Tinitus karena kelainan metabolik
Kelainan
metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan hipertiroid dan
anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat meningkatkan
aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk
mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan tinitus pulsatil. Kelainan
metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah defisiensi vitamin B12,
begitu juga dengan kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.
5. Tinitus akibat kelainan neurologis
Yang
paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple sclerosis adalah
proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi system saraf pusat.
Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya
kelemahan otot, indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi,
kesulitan koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan
keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga akan timbul gejala tinitus.
6. Tinitus akibat kelainan psikogenik
Keadaan
gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat sementara. Tinitus
akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress
adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.
7.
Tinitus akibat obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan
tinitus umumnya adalah obat-obatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS
lainnya.
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid
(mycin), kloramfenikol, tetrasiklin, minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti
Belomisisn, Cisplatin, Mechlorethamine, methotrexate,vinkristin.
d. Diuretik, seperti Bumatenide,
Ethacrynic acid, Furosemide.
e. lain-lain, seperti Kloroquin,
quinine, Merkuri, Timah
8. Tinitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif,
misalnya pada tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan
menggerakkan membran timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor
timpani dan muskulus stapedius serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan
tinitus.
9.
Tinitus akibat gangguan konduksi
Gangguan
konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem), serumen
impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat menyebabkan tinitus.
Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah.
10.
Tinitus akibat sebab lainnya
a. Tuli akibat bising
Disebabkan
terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada kedua
telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi 85db, dapat mengakibatkan
kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang sering
mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi
3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor
bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
b. Presbikusis
Tuli
saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kanan
dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau lebih. Umumnya
merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan
faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi,
bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran
berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada
laki-laki disbanding perempuan.
d. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari
tinitus, vertigo dan tuli sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah
karena adanya hidrops endolimf, yaitu penambahan volume endolimfa, karena
gangguan biokimia cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membrane labirin.
Diagram singkat yang menjelaskan mengenai etiologi tinitus
D.
Klasifikasi Tinitus
Tinitus terjadi akibat adanya
kerusakan ataupun perubahan pada telinga luar, tengah, telinga dalam ataupun
dari luar telinga. Berdasarkan letak dari sumber masalah, tinitus dapat dibagi
menjadi tinitus otik dan tinitus somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga
atau saraf auditoris, kita sebut tinitus otik, sedangkan kita sebut tinitus
somatik jika kelainan terjadi di luar telinga dan saraf tetapi masih di dalam
area kepala atau leher.
Menurut
frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu :
·
Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh
·
Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi
tinitus objektif dan tinitus subjektif.
a. Tinitus Objektif
Tinitus objektif adalah tinitus yang
suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan auskultasi di sekitar
telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari transmisi
vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya tinitus
objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut
mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien
dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinitus
objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan
dengan
penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot telinga
tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan
timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari nasofaring ke rongga tengah.
b. Tinitus Subjektif
Tinnitus
objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita
saja. Jenis ini sering sekali terjadi.tinitus subjektif bersifat nonvibratorik,
disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris
mulai sel-sel rambut getar sampai pusat pendengaran. Tinitus subjektif
bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya. Beberapa pasien dapat
mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara
pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi.
Berdasarkan
kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat dibagi
menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil.
a. Tinitus Pulsatil
Tinitus
pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut jantung.
Tinitus pulsatil jarang dimukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus pulsatil
dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular.
Kelaianan vaskular digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang sinkron
dengan denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan tinitus nonvaskular
digambarkan sebagai bising klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam
telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui dengan mendengarkannya
menggunakan stetoskop.
E.
Patofisiologi
Gelombang suara ditransmisikan dari gendang telinga/ timpani
melalui tulang pendengaran ke fenestra vestibuli (tingkap oval). Alat transmisi
di telingah tengah berfungsi sebagai pengubah impedansi. Tanpa hal itu, 98%
energi suara akan di refleksikan keluar karena perbedaan resistensi yang sangat
nyata pada gelombang suara di udara dan di cairan telinga dalam. Invaginasi
fenestra vestibuli secara bersamaan menyebabkan evaginasi fenestra koklea
(tingkap bundar). Gendang telinga normalnya melindungi fenestra koklea dari
gelombang suara dari luar dan menjalarkan energi suara terutama ke fenestra
vestibuli.gelombang suara dapat juga ditransmisikan ke tulang tengkorak
sehingga merangsang telinga dalam. Namun, proses ini membutuhkan energi suara
yang lebih besar.
Getaran fenestra vestibuli menghasilkan gelombang yang
berjalan di telinga dalam, yang mula-mula menjalar di sepanjang skala
vestibuli. Stereosilia pada sel rambut dalam dan luar dibengkokkan oleh
penonjolan keluar septum koklea dengan membran basilar dan organ Corti pada
tempat yang tergantung frekuensi. Hal ini menyebabkan pembukaan kanal K+ di
membran sel. Stereosilia sel rambut terendam di dalam endolimfe yang memiliki
konsentrasi K+ yang sangat tinggi (sekitar 190mmol/L). K+
disekresi oleh sel epitel stria vaskularis, oleh kontraspor Na+-K+-2Cl-
dan Na+/K+-ATPase
di membran yang menghadap lumen, dan oleh kanal K+ di lumen. Jika
kanal K+ di membran sel rambut terbuka maka K+
akan masuk ke sel dan mendepolarisasinya. Depolarisasi ini kemudian memicu
pelepasan trasnmitter, terutama di sel rambut dalam. Dengan berkontraksi, sel
rambut luar akan meningkatkan gelombang setempat dan begitu juga dengan jumlah
perangsangan sel rambut.
Robekan pada gendang telinga, lesi pada tulang pendengaran,
atau imobilisasi alat konduksi, misalnya yang disebabkan oleh infeksi purulen
di telinga tengah akan menghambat transmisi ke fenestra vestibuli. Selain itu,
bila terdapat lubang di gendang telinga, fenestra koklea tidak akan lagi
terlindungi. Hal ini menyebabkan tuli telinga tengah. Sementara konduksi
melalui udara terganggu, konduksi tulang tetap normal.
Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan suara (akibat terpapar
oleh suara yang terlalu keras untuk jangka waktu yang terlalu lama) dan
iskemia. Untunglah karena kandungan glikogen yang tinggi, sel rambut dapat
bertahan terhadap iskemia untuk waktu singkat melalui glikolisis anaerob. Sel
rambut dapat juga dirusak oleh obat tertentu, seperti antibiotikaminoglikosida
dan agen kemoterapeutik sisplatin, yang melalui stria vaskularis akan
terakumulasi di endolimfe. Hal ini menyebabkan tuli telinga dalam yang akan
sama-sama mempengaruhi sistem konduksi udara dan tulang. Ambang pendengaran dan
perpindahan komponen aktif membran basilar akan dipengaruhi sehingga kemampuan
untuk membedakan berbagai nada frekuensi yang lebih tinggi terganggu. Akhirnya,
depolarisasi sel rambut dalam yang tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi
suara yang tidak biasa sehingga dan mengaggu yang disebut tinnitus subyektif.
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris
yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber
impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam
berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada
tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan
dapat juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan
konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan
inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi,
biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba
katar, otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah
yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting
pada tumor glomus jugulare.
Tinitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler.
Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif,
seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani
bergerak dan terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus
stapedius, serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada
gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body
tumor), maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin,
dehidro-streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus
nada tinggi, terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik,
seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi,
sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan
vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien
yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut
akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.
Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan
dapat juga terjadi karena gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan
nada rendah. Jika di sertai dengan inflamasi, bunyi dengung akan terasa
berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga,
tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif
nada tinggi (4000Hz). Terjadi dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara
berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh
sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi terhadap
frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut
tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di
alami oleh penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000
hal 100). Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga,
tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Ketika terjadi bising dengan suara
yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging, suara berdenging itu
akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar.
Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang
merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi
hampir setiap orang akan mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising
dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang berkekuatan 85dB bisa
menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan nilai
ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB
untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum merata.
Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi
telinga.
F.
Tanda Dan Gejala
Keluhan tinitus dapat dirasakan
unilateral dan bilateral. Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun
menetap. Kita sebut periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode
periodik lebih berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat
menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat
mensupresi bising ini. Tinitus pada beberapa orang dapat sangat mengganggu
kegiatan sehari- harinya. Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk
bunuh diri.
Tinitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus
subjektif. Dikatakan tinnitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh
pemeriksa dan dikatakan tinnitus subjektif jika tinnitus hanya dapat didengar
oleh penderita.
Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah
marah, pusing, mual dan mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri
terdapat gejala berupa telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau
bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada
rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut nadi,
otot-otot dala rongga tellinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan
saraf pendengaran.
G.
Diagnosis
Tinnitus merupakan suatu gejala klinik penyakit telinga,
sehingga untuk memberikan pengobatannya perlu di tegakkan diagnosa yang tepat
sesuai dengan penyebab, dan biasanya memang cukup sulit untuk di ketahui.
Untuk memastikan diagnosis perlu di tanyakan riwayat
terjadinya kebisingan, perlu pemerikasaan audio-metri nada murni (pure tone
audiometry). Pada pemeriksaan nada murni gamabaran khas berupa takik (notch)
pada frekuensi 4kHz. Anamnesis merupakan hal utama dan terpenting dalam
menegakkan diagnosa tinnitus. Hal yang perlu di gali adalah seperti kualitas
dan kauantitas tinnitus, apakah ada gejala lain yang menyertai, seperti
vertigo, gangguan pendengaran, atau gejala neurologik. Pemeriksaan fisik THT
dan otoskopi harus secara rutin di lakukan, dan juga pemeriksaan penala,
audiometri nada murni, audiometri tutur, dan bila perlu lakkukan ENG.
Untuk
mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang baik.
a. Anamnesis
Anamnesis
adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis tinitus. Dalam
anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya:
·
Kualitas dan kuantitas tinitus.
·
Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua
telinga.
·
Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung,
menderu, ataupun mendesis dan bunyi lainnya.
·
Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau
malam hari.
·
Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan
pendengaran serta gangguanneurologik lainnya.
·
Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya
dalam satu menit dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang
patologik, tetapi jika tinitus berlangsung selama menit, serangan ini bias
dianggap patologik.
·
Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
dengan sifat ototoksik.
·
Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi.
·
Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik.
·
Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga.
Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam
mendiagnosis pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering
terjadi pada wanita muda, sedangkan pasien dengan myoklonus palatal sering
terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan kelainan neurologi.
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya
kemungkinan neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan
intoksikasi obat, presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika pasien
susah untuk mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari telinga kanan atau
telinga kiri, hanya mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar terjadi
kelainan patologis di saraf pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan
sklerosis multipel.
Kelainan
patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan sentral pada umumnya
bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah seperti gemuruh ombak adalah
ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop endolimfatikus).
Pendengaran yang
terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah, pusing, mual dan mudah lelah.
Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga berdenging
yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging tersebut
dapat terjadi sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di
ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dala rongga tellinga yang
berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf pendengaran.
b.
Pemeriksaan
fisik dan Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik dan penunjang yang
baik, diharapkan sesuai dengan diagram berikut :
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan
tinitus dimulai dari pemeriksaan auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada
kedua telinga pasien. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah
tinitus yang didengar pasien bersifat subjektif atau objektif. Jika suara
tinitus juga dapat didengar oleh pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka
harus ditentukan sifat dari suara tersebut. jika suara yang didengar serasi
dengan pernapasan, maka kemungkinan besar tinitus terjadi karena tuba
eustachius yang paten. Jika suara yang di dengar sesuai dengan denyut nadi dan
detak jantung, maka kemungkinan besar tinitus timbul karena aneurisma, tumor
vaskular, vascular malformation, dan venous hum. Jika suara yang di dengar
bersifat kontinua, maka kemungkinan tinitus terjadi karena venous hum atau
emisi akustik yang terganggu.
Pada
tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh pemeriksa
saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan audiometri.
Hasilnya dapat beragam, di antaranya :
§
Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui
penyebabnya.
§
Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak,
otosklerosis ataupun otitis kronik.
§
Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan
BERA (Brainstem Evoked ResponseAudiometri). Hasil tes BERA, bisa normal ataupun
abnormal. Jika normal, maka tinitus mungkin disebabkan karena terpajan bising,
intoksikasi obat ototoksik, labirinitis, meniere, fistula perilimfe atau
presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka tinitus disebabkan karena
neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular.
Jika tidak ada kesimpulan dari
rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di atas, maka perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI. Dengan pemeriksaan tersebut,
pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan pada saraf pusat. Kelainannya dapat
berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.
H.
Pencegahan
Pencegahan terhadap tinnitus adalah sebagai berikut :
Pencegahan terhadap tinnitus adalah sebagai berikut :
·
Hindari suara-suara yang bising, jangan terlalu sering
mendengarkan suara bising (misalnya diskotik, konser musik, walkman,
loudspeaker, telpon genggam).
·
Batasi pemakaian walkman, jangan mendengar dengan volume
amat maksimal.
·
Gunakan pelindung telinga jika berada di tempat bising.
·
Makanlah makanan yang sehat dan rendah garam.
·
Minumlah vitamin yang berguna bagi saraf untuk melakukan
perbaikan, seperti ginkogiloba, vit A dan E.
·
Ukur tekanan darah secara
rutin.
·
Olahraga teratur.
·
Istirahat cukup.
·
Abaikan bunyi-bunyi
yang timbul.
·
Hindari stres,
·
Dan lain-lain.
I.
Pengobatan
Pengobatan tinitus merupakan masalah
yang kompleks dan merupakan fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat
diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan
penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya dengan ekstraksi serumen.
Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah penyebab tinitus yang
terkadang sukar diketahui. Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada
pengobatan yang efektif untuk tinitus Subjektif.
Pada umumnya pengobatan gejala tinnitus dibagi dalam 4 cara, yaitu :
1. Elektrofisiologik,
yaitu memberi stimulus elektroakustik (rangsangan bunyi) dengan intensitas
suara yang lebih keras dari tinnitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau
tinnitus masker.
2. Psikologik, yaitu dengan memberikan konsultasi
psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidakmembahayakan dan bisa
disembuhkan, serta mengajarkan relaksasi dengan bunyi yang harus didengarnya
setiap saat.
3. Terapi medikametosa, sampai saat ini belum ada
kesepakatan yang jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea,
transquilizer, antidepresan sedatif, neurotonik, vitamin dan mineral.
4. Tindakan
bedah, dilakukan pada tumor akustik neuroma. Namun, sedapat mungkin tindakan
ini menjadi pilihan terakhir, apabila gangguan denging yang diderita
benar-benar parah. Pasien juga di berikan obat penenang atau obat tidur, untuk
membantu memenuhi kebutuhan istirahat, karena penderita tinnitus biasanya
tidurnya sangat terganggu oleh tinnitus itu sendiri, sehingga perlu di tangani,
juga perlu di jelaskan bahwa gangguat tersebut sulit di tanangi, sehingga
pasien di anjurkan untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut, karena penggunaan
obat penenang juga tidak terlalu baik dan hanya dapat di gunakan dalam waktu
singkat.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh
Jastreboff, berdasar pada model neurofisiologinya
adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan medikamentosa bila
diperlukan. Metode ini disebut dengan
Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari terapi ini
adalah memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi
tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu.
Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi
hubungan system auditorik ke sistem limbik dan system
saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinitus dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa
penurunan toleransi terhadap suara.
TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat
dikurangi atau dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana
pasien diberikan suara lain sehingga keluhan telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar suara
radio FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat
tidur. Bila tinitus disertai dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu dengar yang disertai dengan masking.
TRT dimulai dengan
anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan keluhan pasien.
Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap
suara sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien,
mendapatkan informasi untuk memberikan konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi.
Terapi edukasi juga dapat kita berikan
ke pasien. Diantaranya :
§ Hindari
suara keras yang dapat memperberat tinitus.
§ Kurangi
makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan tekanan darah yang merupakan
salah satu penyebab tinitus.
§ Hindari
faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan nikotin.
§ Hindari
obat-obatan yang bersifat ototoksik.
§ Tetap
biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.
BAB
III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
a. Aktivitas
Gangguan
keseimbangan tubuh dan mudah lelah.
b.
Sirkulasi
Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stres)
Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stres)
c.
Nutrisi
Mual
Mual
d.
Sistem pendengaran
Adanya suara abnormal(dengung)
Adanya suara abnormal(dengung)
e.
Pola istirahat
Gangguan tidur/ Kesulitan tidur
Gangguan tidur/ Kesulitan tidur
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin
Muncul
1.
Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran.
2.
Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran.
3.
Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi.
C. Intervensi
1. Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)
- Tujuan / Kriteria Hasil:
1. Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)
- Tujuan / Kriteria Hasil:
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan
klien terhadap penyakit meningkat.
- Intervensi :
·
Kaji tingkat kecemasan / rasa takut.
·
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang gangguan yang di
alaminya. Berikan penyuluhan tentang tinnitus.
·
Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat di sembuhkan.
·
Anjurkan klien untuk rileks, dan menghindari stress.
2. Gangguan istirahat dan tidur b/d
gangguan pendengaran.
-
Tujuan / Kriteria Hasil :
Gangguan tidur dapat teratasi atau
teradaptasi.
- Intervensi :
a. Kaji tingkat kesulitan tidur.
b. Kolaborasi dalam pemberian obat
penenang/ obat tidur.
c. Anjurkan klien untuk beradaptasi
dengan gangguan tersebut.
3.Resiko
kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi.
- Tujuan / Kriteria Hasil :
- Tujuan / Kriteria Hasil :
Resiko
kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan.
- Intervensi :
o Kaji kesulitan mendengar.
o Kaji seberapa parah gangguan pendengaran
yang di alami klien.
o Jika mungkin bantu klien memahami
komunikasi nonverbal.
o Anjurkan klien menggunakan alat
bantu dengar setiap di perlukan jika tersedia.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tinitus
adalah persepsi suara yang bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang
terdengar begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala. Pada
sebagian besar kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila
terjadinya makin sering dan berat maka akan menganggu juga.
Hingga
sekarang, penyebab dari tinitus masih banyak dibicarakan. Tetapi banyak sekali
pendapat mengenai etiologi tinitus diantaranya:
1.
Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang, seperti trauma kepala
dan Leher dan artritis pada sendi temporomandibular (TMJ).
2.
Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis.
3.Tinitus
karena kelainan vaskular, seperti atherosclerosis, hipertensi, malformasi
kapiler dan tumor pembuluh darah.
4.
Tinitus karena kelainan metabolik.
5.
Tinitus akibat kelainan neurologis.
6.
Tinitus akibat kelainan psikogenik.
7. Tinitus akibat obat-obatan, seperti obat
golongan analgetik, antibiotik, obat-obatan kemoterapi dan duretik.
8. Tinitus akibat gangguan mekanik.
9. Tinitus akibat gangguan konduksi,
seperti saat infeksi telinga.
10. Tinitus akibat sebab lainnya seperti tuli akibat bising, presbikusis, dan penyakit meniere.
10. Tinitus akibat sebab lainnya seperti tuli akibat bising, presbikusis, dan penyakit meniere.
Dalam
mendiagnosis tinitus diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang efektif dan lengkap. Dengan melakukan anamnesis yang efektif,
maka diharapkan dapat mengetahui garis besar etiologi dari tinitus yang dialami
pasien. Karena penatalaksanaan yang baik dari tinitus akan dapat berlangsung
jika etiologinya dapat diketahui dengan baik.
Secara
garis besar, penatalaksanaan tinitus terdiri dari :
1. Elektrofisiologik.
2.
Psikologik.
3.
Terapi medikamentosa.
4.
Tindakan bedah.
Terapi
yang tak kalah pentingnya adalah terapi edukasi. Edukasi yang diberikan
mencakup masalah diet, olah raga, menghindarkan obat-obatan ototoksik, dan
lainnya. Dengan begitu, diharapkan tinitus pada pasien dapat berkurang bahkan
menghilang.
.
B.
Saran
Berikut ini adalah beberapa tips
untuk menghindari timbulnya tinnitus ataupun mengurangi gejala tinnitus. Semoga
berguna bagi anda!
·
Hindari suara keras & suasana berisik.
·
Ukur tekanan darah secara rutin.
·
Kurangi asupan garam.
·
Hindari hal-hal yang
menstimulasi tinitus.
·
Hindari obat-obat yang
menimbulkan tinitus.
·
Olahraga teratur.
·
Istirahat cukup.
·
Abaikan bunyi-bunyi
yang timbul.
·
Hindari stres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar